Minggu, 17 April 2011

Rendezvous with the Past

OLEH : salisarrahmi salisarrahmi

Senin, 6 Des '10 17:02

Alkisah ada seorang gadis yang jelita. Ia baru menamatkan pendidikan dan diterima menjadi Pegawai Non Swasta. Alangkah bangga dan bahagianya bapak emak sang gadis karena telah berhasil mengentaskan putri sulung mereka, walau dengan penuh keterbatasan. Bapak adalah seorang petani biasa yang menggarap ladangnya sendiri, sedang emak hanyalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurus rumah dan merawat kelima adik sang gadis.

Gadis adalah anak yang patuh nan penurut. Tak pernah sekalipun ia membantah perintah orang tuanya, meskipun itu bertentangan dengan kehendak hati si gadis. Misalnya ketika ia hendak melanjutkan sekolah tingkat atas, pilihannya tidak sejalan dengan keinginan bapak yang tegas. Apa ayal, terpaksa Gadis mencabut ijasah SMPnya dan pindah ke sekolah yang sebenarnya tak ia minati. Padahal, sudah susah payah usaha Gadis agar bisa diterima di sekolah idamannya. Pikirnya saat itu, restu orang tua adalah kunci keberkahan hidup. Memang tak salah, nyatanya setelah menuruti setiap kata bapak, sang Gadis mampu menggapai cita-citanya diusia yang masih belia.

Ibarat bunga yang baru mekar, Gadis pun seperti mekar dari kuncupnya. Banyak lelaki menaruh hati, namun tak digubrisnya. Ah,dia masih terlalu lugu untuk mengenal cinta. Jangan samakan seperti remaja sekarang, akil baliq saja belumtapi sudah pacar-pacaran. Mungkin pengaruh didikan bapak yang konservatif atau bagaimana, pikirnya saat itu berdekat-dekatan dengan lelaki bukan muhrim adalah tabu, dosa, masuk neraka!

Namun gejolak masa muda itu memang terlalu kuat untuk disangkal, tertambatlah hati Gadis pada si dia, teman sekolah. Dia memang pejuang cinta yang gigih, berulang kali diacuhkan namun dia tak patah arang. Usahanya membuahkan hasil, sang gadis pujaan terbuai oleh perhatian dan cintanya yang tulus.

Belajar bersama, pergi jalan-jalan berdua, bahkan mengurus surat kelulusan bersama. Alangkah bahagianya kebersamaan itu seakan tak mau lepas.

Tiba suatu hari, Gadis disuruh menghadap kedua orang tuanya. Ada yang hendak bapak ibu utarakan terkait masa depan sang gadis sulung. Apakah itu?

Tidak. Apa-apaan ini? Seperti disambar petir di siang bolong rasa Gadis saat itu. Bapak emaknya telah memilihkan calon suami untuk sang gadis. Si calon suami adalah pria mapan yang punya pangkat. Kesejahteraan Gadis pasti terjamin, pikir orang tuanya. Dibandingkan dengan kekasih Gadis, tidak ada apa-apanya. Orang tua inginkan yang terbaik untuk anaknya.

Gadis bisa apa? Mau menentang orang tua? Pengin masuk neraka ya?

Hancur hati kekasih setelah dicampakkan secara sepihak. Dia marah, tergambar pada tinta merah di surat yang dia kirimkan untuk Gadis. Apalagi Gadis, sudah patah hati berpisah dengan kekasihnya, harus menikah dengan orang yang tak ia cintai pula.

Desember 1975, pernikahan itu terjadi. Yang namanya pernikahan harusnya membawa suka cita, namun itu tak tergambar di tiap lembar foto pernikahan Gadis dan suami. Gadis nampak muram dan tertekan. Bahagiakah ia? Silahkan nilai sendiri.

Tahun kedua pernikahan, pasangan itu dikaruniai seorang putra. Tahun berikutnya, lahirlah adiknya. Hingga sebelas tahun kemudian lahirlah putri terakhir mereka.

Hadirnya anak-anak tak menjamin kebahagiaan sebuah rumah tangga. Bagaimanapun cinta adalah pondasi pokok pernikahan, dilanjutkan yang lain-lain seperti ekonomi. Tahukah kalian yang terjadi di keluarga itu?

Memang pasangan suami istri itu masih sanggup mempertahankan rumah tangganya hingga kini. Dari keluarga itupun tercetak anak-anak yang berkualitas. Namun atmosfir di keluarga itu tidak bisa dibilang mengenakkan.

Ayah mengeluh sikap ibu yang mudah marah. Ibu marah bila Ayah sedikit saja bertindak yang tak sesuai kehendak ibu. Begitu terus semala puluhan tahun. Gadis menjelma menjadi ibu yang pengontrol, otoriter dan harus menang. Tiap hari tak pernah tak ada pertengkaran. Ayah bebal dan ibu menganggap hal itu biasa saja. Tak tahukah mereka, bahwa batin anak-anak sebenarnya tersiksa? Bahwa mereka juga inginkan orang tua mereka damai, tentram, harmonis.



Nb: Berdasarkan kisah nyata. Cerita diambil menurut sudut pandang orang ketiga


DARI : http://ngerumpi.com/baca/2010/12/06/rendezvous-with-the-past.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar