Jumat, 15 April 2011

Dasar perpajakan - 1

1. Pajak
a. Pengertian Pajak
Mr.Dr. N.J. Feldmann, “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum). Tanpa adanya kontra-prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Prof. Dr. M.J.H. Smeets, “ Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeeluaran pemerintah”.
Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja; ” Pajak ialah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Ditinjau dari segi hukum, sebagaimana dikemukakan Rochmat Soemitro, pajak di definisikan sebagai berikut; “Pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh UU (Tatbestand) untuk membayar sejumlah uang kepada (kas) Negara, yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara (rutin dan pembangunan) dan digunakan sebagai alat (pendorong, penghambat) untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan
b. Unsur-unsur Pajak
Dari pengertian pajak yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:
• Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.
• Sifatnya dapat dipaksakan.
• Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayaran pajak.
• Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)
• Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah 9rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
Unsur-unsur lain tentang pajak :
1. Ada masyarakat – kepentingan umum
2. Ada undang-undang – 1. Demokrasi
2. perwakilan rakyat
3. musyawarah
4. keadilan social – pemerataan
3. pemungut pajak – penguasa masyarakat
4. subjek pajak – wajib pajak
5. objek pajak – TATBESTAND
1. keadaan
2. perbuatan
3. peristiwa
6. surat ketetapan pajak (fakultatif)
c. Sistem Pengenaan Pajak
Yang dimaksud dengan sistem pengenaan pajak tidaklah sebatas pada masalah waktu pemungutan pajak saja, melainkan juga mengenai kewenangan dan tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan besarnya utang pajak.
Dalam perpajakan dikenal beberapa sistem pengenaan pajak sebagai berikut :
1. Official Assessement System
Sistem ini merupakan sistem pengenaan pajak yang memberi kewenangan kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-ciri dari sistem ini adalah :
• Wewenang untuk menentukan besar pajak terutang ada pada fiscus,
• Wajib pajak bersifat pasif, utang pajak timbul setelah dikeluarkannya SKP (Surat Keterangan Pajak) oleh fiscus
Dalam sistem ini, fiscus memiliki peran yang dominan dalam menghitung dan menentukan pajak terutang wajib pajak. Salah satu pajak di Indonesia yang masih menggunakan sistem ini adalah pajak bumi dan bangunan, karena pemerintah masih merasa sulit untuk mengharapkan masyarakat selaku wajib pajak dari PBB mampu memahami dan menghitung sendiri pajaknya.
2. Self Assessment System
Sistem ini adalah suatu sistem pengenaan pajak dimana kewenangan berada di tangan wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri sistem ini adalah:
• Wewenang menentukan besarnya pajak berada pada wajib pajak,
• Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.
• Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Sistem ini dijalankan karena wajib pajak dianggap mampu untuk menghitung dan menentukan pajaknya. Dan umumnya subjek pajaknya relatif terbatas. Sistem ini berlaku pada PPh, PPn dan PPnBM.
3. With Holding System
Sistem ini adalah sistem dimana penentu besar pajak terutang wajib pajak bukanlah wajib pajak ataupun fiscus. Dengan kata lain, pihak yang berwewenang adalah pihak diluar pemerintah dan subjek pajak. Penentuan besar pajak yang harus dibayar oleh subjek pajak adalah pihak ketiga.
2. Tindak pidana perpajakan
a. Pengertian Tindak Pidana Perpajakan
Tindak pidana perpajakan adalah Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP), sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan sanksi pidana.
b. Pelawanan terhadap pajak
Perlawanan pasif
Hambatan ini tidak dilakukan wajib pajak secara aktif dan agresif. Hambatan ini erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektualitas dan pendidikan masyarakat dan moral masyarakat juga adanya sistem perpajakan yang tidak bisa dengan mudah diterapkan dalam masyarakat. Sebagai contohnya adalah adanya pemanfaatan secara maksimal celah yang ada dalam aturan perpajakan, seperti memaksimalkan alokasi-alokasi biaya yang tidak kena pajak dan lain sebagainya.
Perlawanan aktif
Perlawanan aktif ini meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiscus dengan tujuan menghindari pajak. Tindakan yang dilakukan diantaranya adalah berupa : penghindaran diri dari pajak, pengelakan/penyelundupan pajak dan melalaikan pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar