Jumat, 15 April 2011

bundanya siapa sih?

Nadya, sepupu Azka yang duduk di kelas 3 SMP datang ke rumah. ngobrol lama dengan bunda, menyapa para sepupu (Azka dan Syarif), kemudian pulang. bunda cukup akrab dengan sepupu-sepupu Azka, jadi tak jarang mereka datang ke rumah untuk ngobrol atau menanyakan sesuatu atau minta pertimbangan tertentu.



Satu hal yang menarik bagi Azka. Para sepupu itu juga memanggil bunda Azka dengan sebutan bunda. berbeda dengan ayah Azka, mereka memanggilnya dengan "om". Azka jadi jengkel karenanya. Belum lagi bunda memperhatikan mereka segitunya.



'sebenarnya anak bunda itu yang mana sih?' azka jengkel melihat Nadya bercerita dengan seriusnya pada bunda.

hmmm.... Bunda, putrimu cemburu dengan perhatianmu pada sepupu-sepupunya.

sepanjang sore Azka tampak murung. Syarif heran melihat adiknya. Berbagai keusilan telah dilancarkan, tapi Azka tidak menanggapi.



"D'... bebek itu punya bibir mancung kayak gitu tuwh gara-gara kelamaan menyun lho...." Syarif menggoda adiknya.

"biar aja... mancung gitu, mas suka bebek goreng juga." Azka berkomentar singkat lalu beranjak dari tempat dimana ia telah berdiam selama 35 menit.



Syarif mendekati ayahnya. cerita pun mengalir. Syarif bercerita banyak hal pada Fathir. Azka memperhatikan mereka. dengan seksama.



'pasti anak ayah dan bunda cuma mas Syarif, Azka pasti bukan anak ayah dan bunda...'

Azka menyeret langkah mendekati bundanya ketika Nadya pamit pulang. Selesai mengantar Nadya sampai depan rumah,

bunda kembali pada aktifitas rutinnya. Azka mengekor ka mana saja bunda berjalan.



'lho?'

sepertinya bunda menyadari ada sesuatu yang janggal.

"d'.... d'Azka nggak punya pe er ta? nggak belajar?" tanya bunda yang heran dengan apa yang dilakukan putrinya. Azka menggeleng. berikutnya, Azka kembali mengekor kemanapun bunda berjalan. Ayah juga memperhatikan hal itu.

"ayah, bunda sama d' Azka dari tadi latihan baris-berbaris ya? waaaaaah, bisa-bisa bebek pun kalah ntar."

"Huss!"

"Azka kenapa ya Rif?" tanya ayah pada si sulung.

"kesambet kali yah." jawab Syarif sambil mengangkat bahu.



Ayah beranjak mendekati bunda. saat berpapasan dengan bunda, ayah hanya mengerut kening sambil menunjuk Azka dengan ekor matanya. Bunda faham apa yang ditanyakan oleh suaminya. Bunda menjawabnya dengan gelengan, tidak tau.



Dengan sengaja bunda menyodorkan serbet di tangannya pada Azka. Azka terkejut sejenak.

'mungkin karena Azka bukan anak bunda, makanya bunda nyuruh Azka ngelap piring.'

Azka menerima serbet dari bunda dengan murung, malas.



"bunda, Azka itu diambil dari panti asuhan mana sih bunda?"

eh?!

"nggak apa-apa ko bunda, bunda nggak usah kaget gitu. Azka bisa ngerti ko... Azka juga berterima kasih ma ayah dan bunda juga mas Syarif yang udah nganggap Azka sebagai bagian dari keluarga ini."

'Eh' kuadrat!!!?

"lho? ada apa sayang?" bunda bertanya cemas.

tiba-tiba Azka menangis tersedu sambil memeluk erat bundanya. bunda mengangkat tubuh azka, berat.

'putriku ini sudah besar, beratnya...'



"Bunda, bener ya, Azka itu bukan anak bunda?"

"kenapa bisa gitu sayang?"

"bunda baik amat sama mbak Nadya, sama mas Arif juga. ah, emang bunda orang yang baek."

bunda tersenyum. 'jealous, ternyata...'

"apa bunda nggak baik sama Azka?" bunda bertanya pada putrinya.

subhanallah, sabarnya bunda Azka. Andai kita yang ditanya anak-anak kita dengan pertanyaan serupa, apa bukan sakit hati yang akan kita rasa?

"bunda baik. bahkan sangaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat baik."

"biasanya, ibu akan lebih baik pada anak-anak kandungnya daripada anak-anak yang lain bunda."

"sayang, azka putri bunda yang sholehah. bunda tetap sayang sama azka dan Mas Syarif, sangaaaaaaaaaaaaaaaat sayang. bunda mendengarkan cerita mbak Nadya dan mas Arif itu karena bunda ihanya ingin membantu mereka. apa bunda tidak mendengar ketika Azka dan Mas Syarif cerita sama bunda?"

Azka menundukkan kepalanya. tiba-tiba ia merasa bersalah.

"sayang, kita hidup bermasyarakat, berinteraksi dengan orang lain juga. apa iya, kita akan membiarkan mereka begitu saja dan tidak peduli?"

Azka menggeleng.

"meskipun sepupu-sepupu Azka memanggil bunda dengan sebutan "bunda", tetap saja bunda ini bukan ibu asli mereka, bukan berarti bunda adalah ibu kandung mereka."

"mereka hanya menganggap bunda seperti bunda mereka sendiri, dan memang mereka lebih merasa nyaman memanggil bunda dengan sebutan "bunda" daripada "tante"."

"jadi, azka bukan anak pungut ya bunda?"

"tentu bukan sayang. Azka adalah anak bunda, putri bunda yang dilahir dari rahim bunda" bunda mendekap putrinya erat.



bunda memandang wajah Azka dengan tersenyum. tangannya merapikan rambut Azka yang menutupi wajah ayunya karena menangis tadi.

"sayang, apa bunda harus marah juga kalo Azka maen sama Aisyah dan Fauzia? kalo lagi maen, azka kadang sampai lupa dengan tugas yang bunda berikan. sering seperti itu kan?"

Azka diam, tidak menyahut.

"bunda juga berbagi Azka dengan teman-teman azka. bunda mengijinkan azka berinteraksi dengan orang-orang di sekitar Azka, asal Azka nggak lupa dengan tanggung jawab azka. bunda nggak menganggap azka bukan anak bunda hanya karena Azka maen dengan teman-teman. bunda juga nggak menganggap Azka nggak sayang bunda dengan Azka bermain dan lupa apa yang bunda suruh sebelumnya."

"bunda tetap bundanya Azka dan mas Syarif. meski mas Arif dan Mbak Nadya itu juga bunda anggap seperti anak-anak bunda juga, tapi bunda paling sayang sama Azka dan Mas Syarif."



"bunda...."

"apa sayang?"

"bunda marah ya sama Azka?"

bunda tersenyum dan menggeleng.

"bunda sedih ya?"

bunda hanya tersenyum, tapi air matanya seolah mendesak untuk melompat dari kelopak mata.

"maaf ya bunda... azka udah bikin bunda sedih. azka udah mikir yang tidak-tidak sama bunda, ayah dan mas Syarif. Azka bukan anak yang baik ternyata... azka udah bikin bunda sedih." sekali lagi tangis Azka pecah. bunda mendekap putrinya dengan erat sambil mengusap air mata yang mengalir di pipi tembem Azka.

"azka anak bunda yang baik. anak yang sholehah kok sayang...."



Syarif dan Fathir terdiam heran melihat pemandangan dihadapan mereka. sejenak keduanya berpandangan, lalu secara bersamaan mereka mengangkat bahu. Syarif tidak bisa menahan tawa karena merasa lucu. Bunda dan Azka menoleh ke arah tawa yang tiba-tiba itu.



dengan segera Azka menyeka air mata yang tadi mengalir di pipinya. terlambat! Syarif sudah melihat semuanya. dengan cepat dihampirinya sang adik.



"tadi manyun kayak bebek, sekarang bebeknya kebanjiran ya?"

"Ah, mas Syarif iniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii......" Azka melompat dari atas meja dan berlari mengejar kakanya yang usil.

ayah mendekati bunda dan menyeka sisa air mata di pipi bunda. bunda tersenyum dan melingkarkan tangannya di pinggang suaminya.



"semoga kita bisa menjaga mereka ya yah.... semoga kita menjadi orang-orang yang bisa menjaga amanahNya." ayah tersenyum memandang bunda dan mendaratkan sebuah ciuman di kening bunda...

"Insya Allah...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar