Jumat, 15 April 2011

ketika hening (2)

obrolan dengan syarif semalam masih melekat dalam benak azka. dan menurutmu apakah berputus asa akan menyelesaikan permasalahan dan mengurangi rasa sakit? hebat. berapa banyak Allah menyisipkan ketegaran di hati gadis kecil itu? berapa banyak Allah melimpahkan kesabaran kepadanya? semudah itu ia menerima sebuah ucapan dan keadaan. dibalik kepolosan dan kekanakannya, ia adalah mujahidah yang tangguh. aku iri ya Allah....

sedih yang semalam mendekapnya, kini bagai hilang tak berbekas. muka mendung itu telah berganti dengan cerahnya senyuman. mungkin ketika engkau melihatnya, sepertiku, tidak akan kau temukan guratan sedih dan ketidakberdayaan.

"pagi bunda!" azka berlari menuruni tangga, menyongsong bunda yang sedang menyiapkan sarapan.

bunda tersenyum. 'Alhamdulillah, mujahidah kecilku tetap semangat hari ini. seperti biasa.'

"jangan lari-larian, nanti jatuh." bunda hanya mengingatkan seperti itu. bukan! bunda tak hanya mengingatkan azka untuk berhati-hati, bunda takut buah hatinya akan kelelahan. entah bagaimana perasaan seorang ibu yang tau putrinya yang ceria pagi itu sedang sakit. tegar, bunda tetap tersenyum. seperti biasa, bahkan sangat biasa. tidak ada kecemasan yang tampak dengan jelas.

azka mengecup pipi bunda. lalu meraih piring dan bersiap untuk sarapan.

"eits, mana doanya?"bunda menegur azka yang tampak terburu-buru hendak melahap isi piringnya. Azka nyengir lalu mengangkat kedua tangannya dan memejamkan mata, berdoa.

tangan diusap ke muka dan mata kembali terbuka dengan lebar. "barusan berdoa bun."

syarif mencomot tempe di atas piring azka.

"bundaaaaaaaaaaaaaaaa...,mas syarif nakal!" azka mengadu. syarif tertawa senang. bunda menggeleng kepala melihat polah kedua anaknya.

"mas syarif, ambil sendiri. jangan gitu, ntar jadi kebiasaan. ga baik."

syarif melipat tangan kanannya di perut dan membungkuk, "sendhiko dhawuh kanjeng bunda."

azka cekikikan melihat tingkah kakaknya. 'mas syarif usil.'



"emangnya kamu pernah kena serangan jantung ya?" tanya Kautsar setelah mendengar cerita azka ketika ke rumah sakit sama bunda tiga hari yang lalu. azka terdiam, lalu menggeleng.

"serangan jantung itu yang gimana?" tanya azka.

"kalo di tivi itu biasanya yang tau-tau ""aduh...!" begitu tuwh" Kautsar memegang dadanya sambil terbungkuk-bungkuk, seperti adegan yang pernah ditontonnya di televisi.

"belum pernah tuwh."

"berarti pak dokternya salah az. kamu nggak mungkin kena sakit jantung segala."

"masa pak dokter bisa salah? dokter Anwar ga mungkin salah periksa Tsar." Azka jengkel dengan gaya Kautsar yang meyakinkan. 'Kautsar ini, omongannya udah kayak calon presiden aja. meyakinkan gitu.'



"bunda...." azka memasuki kamar bunda. bunda baru saja menyelesaikan bacaan Qur'annya.

"masuk sayang. ada apa?" bunda meletakkan mushafnya dan meraih putrinya.

"boleh ga bu2 sama bunda?"azka menyampaikan keinginannya dengan ragu. bunda tersenyum dan mengangguk. azka melompat keatas tempat tidur dan menarik selimut lalu menepuk-nepuk bantal di samping bantalnya untuk bunda.

bunda tersenyum. 'tumben....'

bunda duduk di samping azka sambil membaca buku. bunda menunggu apa yang akan disampaikan oleh putrinya malam ini.

"bunda, apa mungkin dokter Anwar salah memeriksa azka ya bun?"

bunda mengerutkan kening sejenak lalu menoleh pada putrinya.

"kata kautsar, azka nggak mungkin kena sakit jantung. kan azka belum pernah kena serangan jantung."

eh?

azka memandang bundanya.

"azka putri bunda yang paling pinter sedunia...,"bunda merangkum wajah putrinya dengan tangannya, "seperti sakit asma, tipes dan lainnya, sakit itu ada tingkatannya. mulai ada yang masih gejala, ada yang sakit ringan, ada yang sakitnya diatas ringan, trus keatasnya lagi dan sampai pada yang paling atas yaitu sangaaaaaaaaaaaaat parah." bunda menjelaskan dengan membuat tingkatan dengan tangannya.

"naa, sakit adhe azka masih ditahap yang bawah. jadi masih bisa dan ada kemungkinan sembuhnya."

azka menyimak dengan serius. bunda gemas melihat muka lucu putrinya. berhenti sejenak, bunda menunggu reaksi kritis azka.

"kan biasanya pake serangan jantung segala bunda."

"ada yang sakitnya itu terdeteksi di awal, dan ada yang terdeteksi ketika sakitnya parah. Alhamdulillah, sakit adhe diketahui dokter Anwar sebelum menjadi parah dan lebih parah sayang. jadi masih bisa diobati." bunda menjelaskan dengan haru. 'apa dia mampu mencerna ucapanku Ya Allah?'

"masalah serangan jantung, bunda harap adhe ga berharap itu akan datang pada adhe. itu berarti sakit adhe sudah menjadi lebih parah dari pada sekarang."

"kamu ingat kata tante Nining? kalo kita mikir jelek atau bersu'udzon, maka itu akan jadi racun tersendiri buat hati dan tubuh kita. adhe mau sakit apa sehat?"

"ya sehatlah bunda. bunda ini gimana to? kalo sakit, azka ga bisa maen sama fauzia, sama kautsar, sama mas syarif, sama temen-temen di SD, ga bisa ngaji lagi. ga enak deh bunda...."

"makanya, kita harus berkhusnudzon sayang."

azka nyengir saja mendengar penjelasan bunda. 'Astaghfirulloh, maafin Azka ya, azka kemaren udah mikir ga akan berumur panjang Ya Allah.'

"tapi khusnuzhonnya juga harus tau diri. biar ga tambah sakit, azka harus banyak istirahat, jangan terlalu capek, maem yang banyak dan jangan lupa untuk tetap berfikir azka pasti akan sembuh, InsyaAllah."

tiba-tiba senyum azka lenyap, ia tampak berfikir keras.

"ada yang kelupaan bunda."

"apa?"

"jangan lupa berdoa."

"o, iya. jangan lupa berdoa. sekarang ayo bu2. besok kan kamu kudu bangun pagi." bunda mengecup kening azka dan menarik selimut untuknya. buku yang tadi dibaca diletakkan diatas meja.

"jangan lupa berdoa." bunda ganti mengingatkan azka.

azka tersenyum lalu memejamkan matanya. tangannya menarik boneka beruang kesayangannya lalu didekap erat.

bunda tersenyum. 'Ya Allah, jaga dan lindungi kedua putra dan putriku. jadikan mereka hambaMu yang sholeh dan sholehah. mudahkanlah semua perkaranya. murahkanlah rizkinya. sembuhkan sakit mereka ya Allah. tegarkan hati mereka untuk menghadapi semua ujianMu.beri aku kekuatan lahir dan batin untuk bisa mendampingi mereka hingga meraka dewasa nanti, laa haula wa laa quwwata illa billah....'

syarif yang tidak sengaja mendengar obrolan azka dan bunda tersenyum senang dan kembali ke kamarnya. niat untuk curhat sama bunda telah dicancel. setidaknya obrolan yang tidak sengaja terdengar tadi telah menuntaskan masalah yang sedang dipikirkannya.

'intinya tetap saja adalah doa, usaha dan tawakal!'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar