temen-temen kelompokku dalam mata kuliah TPE ini, dalam posting ini, udah ada kasus, tambahan data dan sebagian informasi analisis tugas UTS. analisa lebih lanjut dan detail dengan menjabarkan pasal dan Undang-undang, harus dibuat sendiri per individu. Selamat mengerjakan dan sukses selalu!
KASUS :
Penyelesaian Luar Pengadilan Asian Agri Bermanfaat
Medan Bisnis, 12 Januari 2008
Jakarta. Ahli Perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam berpendapat, penyelesaian di luar pengadilan atas kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri akan lebih baik dan bermanfaat karena masalah perpajakan erat kaitannya dengan penerimaan negara.
Dalam perpajakan, kata Darussalam di Jakarta, Jumat, penyelesaian kasus pajak melalui peradilan dan apalagi bertujuan untuk menghukum orangnya adalah upaya terakhir, jika si wajib pajak tetap membangkang dan tidak mau kooperatif.
Selain itu, lanjut Darussalam, dalam setiap persoalan pajak, bentuk hukuman yang lazim diberikan adalah denda dan bukan penjara. “Istilah hukumnya adalah ‘actium remidium’ atau sebagai upaya hukum terakhir,” katanya.
Lebih lanjut Darussalam menjelaskan bahwa pada seluruh persoalan perpajakan, tanpa memilih-milih perusahaan besar atau kecil, pada intinya adalah mengupayakan bagaimana uang pajak bisa kembali ke kas negara.
“Jadi upaya penyelesaian di luar pengadilan ini sebenarnya bukan hanya untuk Asian Agri saja, tapi juga wajib pajak lainnya,” kata Darussalam.
Sementara terhadap kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri, Darussalam mengatakan, masih terlalu dini untuk mengatakan siapa yang bersalah dan siapa yang benar karena hingga kini masih banyak aturan yang tidak jelas dalam Undang-undang Perpajakan di Indonesia.
“Bisa saja Asian Agri merasa tidak bersalah dan bahkan tidak melanggar UU, karena ketidak jelasan tadi. Jadi wajib pajak tidak bisa dipersalahkan jika belum ada aturan yang jelas,” kata Darussalam.
Begitu juga pemerintah yang dalam hal ini adalah Depkeu melalui Dirjen Pajak, menurut Darussalam, tidak seharusnya terburu-buru melemparkan masalah dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri ke pihak Kejaksaan Agung, tapi harus dikoordinasi dan diselesaikan lebih dulu sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Perpajakan.
Sebelumnya Dirjen Pajak Darmin Nasution menyatakan bahwa penyelesaian kasus penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri dapat dilakukan di luar pengadilan (out of court settlement).
Bahkan Dirjen Pajak sendiri, masih kesulitan untuk membuktikan adanya dugaan pelanggaran pajak Asian Agri, melalui dugaan praktik “transfer pricing” atau penjualan di bawah harga pasar.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Rama Pratama juga berpendapat senada. Pembayaran pajak plus denda dalam kasus Asian Agri akan lebih menguntungkan bagi negara melalui penyelesaian di luar pengadilan dan bukan sekedar mengejar urusan pidana. (ant)
dikutip dari : http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=970&q=pajak&hlm=871
TAMBAHAN DATA :
Kasus Asian Agri Digelar Hari Ini
Koran Tempo, 18 Maret 2008
Kejaksaan membuka peluang penyelesaian di luar pengadilan.
JAKARTA -- Kejaksaan Agung dan Direktorat Jenderal Pajak siap melakukan gelar perkara atas kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group pada hari ini. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga mengatakan tim penyidik kedua pihak sudah berkoordinasi untuk melaksanakan hal itu.
Rencananya, gelar perkara akan dilakukan di Kejaksaan Agung. "Kami sudah siap," kata Ritonga di kantornya kemarin. Sesuai dengan jadwal, penyidik akan melimpahkan berkas perkara penggelapan pajak Rp 1,3 triliun tersebut ke kejaksaan pada akhir Maret ini.
Sebelumnya, tim penyidik Direktorat Jenderal Pajak sudah menetapkan 14 tersangka dari Asian Agri. Penyidik pajak juga telah melakukan dua kali pemanggilan terhadap taipan Sukanto Tanoto, sebagai pemilik Asian Agri, untuk diperiksa. Namun, orang terkaya di Indonesia 2006 versi majalah Forbes itu tak pernah memenuhi panggilan.
Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution membenarkan bahwa timnya akan bertemu dengan Kejaksaan Agung hari ini. Darmin, yang kemarin sore menyampaikan hal itu melalui pesan pendek, tak bersedia menjelaskan lebih detail mengenai rencana tersebut.
Keterangan tambahan diberikan oleh Kepala Subdirektorat Penyidikan Pajak Pontas Pane. Menurut Pontas, pertemuan koordinasi dengan Kejaksaan Agung telah dilakukan untuk kesekian kalinya kemarin.
Dalam setiap pertemuan itu, kata dia, penyidik pajak membahas aspek-aspek hukum dalam kasus ini. "Kami perlu belajar hukum dari mereka (kejaksaan)," ujarnya.
Dimintai tanggapan atas pernyataan Kejaksaan Agung yang membuka peluang penyelesaian di luar pengadilan, Pontas balik bertanya. "Anda harus tanya ke Kejaksaan Agung, dasarnya apa?"
Menurut Pontas, penyidik dari Direktorat Jenderal Pajak masih memegang pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang menginginkan penyelesaian kasus pajak Asian Agri dilakukan lewat jalur pengadilan. "Kami akan maju terus," katanya.
Mengulangi pernyataan sebelumnya, kemarin Abdul Hakim Ritonga mengatakan adanya kemungkinan lepasnya Asian Agri dari jerat pidana ataupun perdata. Pertimbangannya adalah ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Perpajakan. "Setiap (pihak) yang sudah membayar utang pajak dapat dilepaskan pelanggaran tindak pidananya."
Menurut dia, dalam Pasal 44-b Undang-Undang Perpajakan dinyatakan kejaksaan dapat menghentikan penyidikan kasus perpajakan jika ada permintaan dari Menteri Keuangan yang didasarkan pada kepentingan penerimaan negara. "Jadi itu bergantung pada Menteri Keuangan."
Sementara itu, juru bicara Asian Agri, Rudy Victor Sinaga, menyatakan siap menerima opsi penyelesaian di luar pengadilan. Namun, saat ini Asian Agri belum bisa bersikap karena belum mengetahui posisi kasusnya, bentuk pelanggaran, serta nilai utang pajak yang harus dibayarkan. "Dari Ditjen Pajak tidak pernah ada pembicaraan dengan kami."
TOMI | SANDY INDRA | AGUS SUPRIYANTO | ARI ASTI
dikutip dari : http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=1696&q=&hlm=920
SEDIKIT ANALISA :
Konstelasi - Edisi ke-7 Januari 2008
Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah. (Mengenai Perlawanan Pasif dan Perlawanan Aktif terhadap Pajak, lihat Tony Masyahrul: 2005).
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group – meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Tidak Hanya Urusan Pajak
Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering).
Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).
Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram terebut (mengenai tahap layering, lihat: Yunus Hussein, 2007). Ketiga, integrasi (integration) yang merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan/dinikmati selayaknya uang halal.
Berujung di Pengadilan
Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar.
Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.
dikutip dari :http://www.p2d.org/index.php/kon/24-7-januari-2008/115-penyelesaian-kasus-asian-agri-di-dalam-atau-luar-pegadilan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar