Selasa, 10 Oktober 2017

PENGENAAN GANTI RUGI OLEH KPPU BERDASARKAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999



           IRA CHANDRA PUSPITA                       
HARDANI                                        
LUSY KURNIA FEBRIANA         



PENDAHULUAN
Hukum Acara di KPPU ditetapkan oleh KPPU dan sejak berdiri di tahun 2000, hukum acara tersebut telah mengalami satu kali perubahan dari SK No 05/KPPU/ KEP/IX/2000 tentang tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran Terhadap UU No 5 Tahun 1999 (SK 05) menjadi Peraturan Komisi No 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU (Perkom 1/2006) yang mulai efektif berlaku 18 Oktober 2006.
Memahami hukum acara yang berlaku akan memudahkan pemahaman terhadap isi putusan karena putusan KPPU mencoba untuk menggambarkan tahapan tahapan yang dilalui di dalam hukum acara yang berlaku sehingga berpengaruh terhadap struktur putusan KPPU. Namun demikian, hukum acara untuk permasalahan hukum persaingan hanya diatur dalam UU Antimonopoli dan  Keputusan KPPU No 5 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran terhadap UU No 5 Tahun 1999.  Tidak dijelaskan apakah apabila dalam praktek ketentuan tersebut tidak memadai dapat digunakan hukum acara berdasar ketentuan KUHAP.
Setelah melakukan penyelidikan, mendengarkan pembelaan dari pelaku usaha dan melakukan pembuktian, maka Komisi dapat mengambil keputusan. Keputusan berupa ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha yang diperiksa serta ada tidaknya kerugian di pihak pelaku usaha lain sebagai akibat dari pelanggaran tersebut. Dengan melihat pada proses penyelidikan sampai dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Komisi, maka jelaslah bahwa kebenaran yang dicari dalam perkara monopoli dan persaingan usaha adalah kebenaran materiil yang berdasar pada bukti bukti yang nyata, serta  keyakinan Komisi yang tidak terbantahkan.
UU No 5 Tahun 1999 menetapkan 2 macam sanksi yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam pembahasan ini, ganti rugi merupakan sanksi administratif yang merupakan suatu tindakan yang dapat diambil oleh KPPU terhadap pelaku usaha yang melanggar UU No 5 Tahun 1999. Sanksi administratif ini diatur dalam Pasal 47, yang berupa:
1) Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai 13, Pasal 15 dan Pasal 16;
2) Perintah untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
3) Perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
4) Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
5) Penetapan pembayaran ganti rugi;
6) Pengenaan denda minimal Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan setinggi tingginya Rp 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah).
Komisi dapat menjatuhkan sanksi administratif tersebut secara kumulatif ataupun alternatif. Keputusan mengenai bentuk sanksi tergantung pada pertimbangan Komisi dengan melihat situasi dan kondisi masing masing kasus. Polemik seputar ketidakjelasan sanksi denda dan ganti rugi yang kerap dikenakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada pelaku usaha yang melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mulai terjawab. Untuk mengatasi hal tersebut KPPU menerbitkan aturan teknis soal denda dan ganti rugi. Peraturan ini tercantum dalam keputusan KPPU No 252/ KPPU/Kep/VII/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 UU 5/1999, tanggal 31 Juli 2008.

TUJUAN, TUGAS DAN KEWENANGAN KPPU
            Adapun tujuan dari UU No. 5 tahun 1999  sebagaimana diatur pada Pasal 3 adalah untuk :
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
            Dua hal yang menjadi unsur penting bagi penentuan kebijakan (policy objectives) yang ideal dalam pengaturan persaingan di negara-negara yang memiliki undang-undang persaingan adalah kepentingan umum (public interest) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Ternyata dua unsur penting tersebut (Pasal 3 (a)) juga merupakan bagian dari tujuan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan membantu dalam mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 (Pasal 2) dan menjamin sistem persaingan usaha yang bebas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan  sistem perekonomian yang efisien (Pasal 3). Oleh karena itu, mereka mengambil bagian pembukaan UUD 1945 yang sesuai dengan Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan perealisasian kesejahteraan nasional menurut UUD 1945 dan demokrasi ekonomi, dan yang menuju pada sistem persaingan bebas dan adil dalam pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999. Hal ini menandakan adanya pemberian kesempatan yang sama kepada setiap pelaku usaha dan ketiadaan pembatasan persaingan usaha, khususnya penyalahgunaan wewenang di sektor ekonomi.
Pasal 35  UU No.5 Tahun 1999 menentukan bahwa tugas tugas KPPU terdiri dari: 
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36.
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5/1999
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan DPR.
            Dalam menjalankan tugas tugasnya tersebut, Pasal 36 UU No.5/1999 memberi wewenang kepada KPPU untuk:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha  tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha  tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan komisi sebagai hasil penelitiannya.
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha  tidak sehat.
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU No.5/1999.
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU No.5/1999.
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6 tersebut di atas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.
8. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No.5/1999.
9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 
12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No.5/1999. 
            Jadi, KPPU berwenang untuk melakukan penelitian dan penyelidikan dan akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU No.5/1999 atau tidak. Pelaku usaha yang merasa keberatan terhadap Putusan KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
            KPPU merupakan lembaga administratif. Sebagai lembaga semacam ini, KPPU bertindak demi kepentingan umum.  KPPU berbeda dengan pengadilan perdata yang menangani hak-hak subyektif perorangan. Oleh karena itu, KPPU harus mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan dalam menangani dugaan pelanggaran hukum antimonopoli. Hal ini sesuai dengan tujuan UU No.5/1999 yang tercantum dalam Pasal 3 huruf a UU No.5/1999 yakni untuk “menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”.

PENGATURAN TENTANG PENGENAAN GANTI RUGI OLEH KPPU
Ketentuan soal denda sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 47 UU No 5 /1999. Namun, Pasal tersebut tidak merinci secara teknis penghitungan besarnya yang dapat dijatuhkan KPPU. Hanya beleid yang terkandung dalam pasal tersebut tidak merinci secara teknis hitung-hitungan denda yang dapat dijatuhkan KPPU. Nah, dengan adanya pedoman ini, penghitungan atas kerugian ekonomis yang ditimbulkan karena pelanggaran hukum persaingan, memerlukan banyak pertimbangan dan mendasarkan pada unsur kehati-hatian dalam bertindak.
Penghitungan atas kerugian ekonomis yang ditimbulkan karena pelanggaran hukum persaingan memerlukan banyak pertimbangan dan harus mendasarkan pada unsur kehati-hatian. Kalau tidak ada pedoman penghitungan, KPPU dalam menetapkan denda tidak didasarkan atas suatu dasar yang akurat. Dapat terjadi untuk suatu kasus pelanggaran yang kecil KPPU memberikan sanksi denda atau ganti rugi dalam jumlah yang terlampau besar. Akibatnya, pelaku usaha terbebani oleh jumlah denda atau ganti yang terlalu besar yang tidak sebanding dengan pelanggaran yang telah dilakukan. Oleh karena itu, keputusan KPPU No. 252/2008 tersebut diharapkan bisa mengatasi masalah ini. 
Ketentuan yang diatur dalam Keputusan tersebut diantaranya adalah penentuan nilai dasar denda. Dalam lampiran Keputusan KPPU No 252/2008 disebutkan bahwa nilai dasar denda akan terkait dengan tiga hal, yakni proporsi dari nilai penjualan, tingkat pelanggaran, dikalikan dengan jumlah tahun pelanggaran. Penentuan tingkat pelanggaran dilakukan kasus per kasus untuk setiap tipe pelanggaran dengan mempertimbangkan seluruh situasi yang terkait dengan kasus tersebut.
Proporsi dari nilai penjualan yang diperhitungkan, sampai dengan 10% dari nilai penjualan tersebut. Untuk menentukan apakah proporsi nilai penjualan yang dipertimbangkan dalam suatu kasus seharusnya berada dalam titik tertinggi atau terendah dalam skala tersebut, KPPU akan mempertimbangkan berbagai macam faktor, yakni skala perusahaan, jenis pelanggaran, gabungan pangsa pasar dari para terlapor, cakupan wilayah geografis pelanggaran, dan telah atau belum dilaksanakannya pelanggaran tersebut.
Dalam pedoman itu juga dinyatakan bahwa perjanjian penetapan harga horizontal (sesama pelaku usaha), pembagian pasar dan pembatasan produksi yang biasanya dilakukan secara rahasia, serta persekongkolan tender adalah pelanggaran yang berat dalam persaingan usaha. Dengan demikian, perjanjian tersebut akan memperoleh denda yang berat. Untuk itu, proporsi nilai penjualan yang akan dihitung pelanggaran tersebut merupakan proporsi tertinggi pada skala tersebut.
Untuk mempertimbangkan jangka waktu pelanggaran yang dilakukan oleh setiap terlapor, jumlah nilai tersebut di atas akan dikalikan dengan jumlah tahun dari pelanggaran. Periode yang kurang dari enam bulan akan diperhitungkan sebagai setengah tahun, sedangkan periode yang lebih dari enam bulan tapi kurang dari satu tahun akan dihitung sebagai satu tahun.
Apabila nilai penjualan para terlapor yang terlibat dalam pelanggaran adalah serupa (tetapi tidak identik), maka KPPU dapat menentukan bagi setiap terlapor nilai dasar denda yang sama. Lebih lanjut, dalam menentukan nilai dasar, KPPU dapat menggunakan pembulatan. Untuk menentukan denda, KPPU dapat mempertimbangkan keadaan yang menghasilkan penambahan atau pengurangan nilai dasar denda tersebut, berdasarkan penilaian secara keseluruhan.
Putusan KPPU yang berisi sanksi administratif disebut dengan condemnatoir atau putusan yang bersifat menghukum. Sedangkan putusan yang isinya menyatakan bahwa pelaku usaha tertentu secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 disebut putusan declaratoir atau bersifat menerangkan.
Putusan-putusan tersebut mengikat dan harus dilaksanakan oleh pelaku usaha terkait dengan perkara setelah berkekuatan hukum tetap. Apabila dalam jangka waktu 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap, namun pelaku usaha tidak melaksanakannya, maka KPPU melakukan permohonan penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri. Jika kemudian para pelaku usaha tidak juga melakukan putusan tersebut, maka KPPU akan menyerahkan putusan penetapan eksekusi tersebut kepada Polri (penyidik), guna melakukan penyidikan atas ketidak-patuhan para pelaku usaha tersebut. 
            Dalam Pedoman Pasal 47 tentang Tindakan Administratif, mengatur terkait dengan Penetapan pembayaran ganti rugi, bahwa Ganti rugi merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pelanggar terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan anti persaingan yang dilakukannya. Dalam ilmu hukum, pengertian ganti rugi dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Ganti rugi nomimal yaitu ganti rugi berupa pemberian sejumlah uang, meskipun kerugian sebenarnya tidak bisa dihitung dengan uang, bahkan bisa jadi tidak ada kerugian material sama sekali.
b. Ganti rugi penghukuman (punitive damages) yaitu suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya, ganti rugi itu dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku.
c. Ganti rugi aktual (actual damages) yaitu kerugian yang benar-benar diderita secara aktual dan dapat dihitung dengan mudah sampai ke nilai rupiah
d. Ganti rugi campur aduk (remedy meddling) yaitu suatu variasi dari berbagai taktik di mana pihak kreditur berusaha untuk memperbesar haknya jika pihak debitur wanprestasi dan mengurangi/menghapuskan kewajibannya jika digugat oleh pihak lain dalam kontrak tersebut.
            Dalam konteks ini ganti rugi yang dapat ditetapkan oleh KPPU ialah jenis ganti rugi aktual (actual damages). Besar kecilnya ganti rugi ditetapkan oleh KPPU berdasarkan pada kerugian senyatanya yang dialami penderita. Dalam hal ini KPPU akan menerapkan prinsip-prinsip penetapan ganti rugi sesuai dengan konteks hukum perdata dimana beban pembuktian berada pada pelaku usaha yang meminta ganti kerugian. Proses perhitungan ganti rugi dilakukan berdasar pihak yang menerima kompensasi ganti rugi. Untuk melakukan perhitungan kompensasi ganti rugi pada pelaku usaha maka pelaku usaha tersebut wajib membuktikan besar kerugian senyatanya yang ia derita, lalu KPPU melakukan perhitungan mengenai kebenaran (validitas) perhitungan tersebut berdasar asas kesesuaian, keadilan dan kepatutan.
            Dalam ketentuan Pasal 47 huruf f Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hanya mengatur penetapan pembayaran ganti rugi tanpa mengatur di dalamnya terkait kepada siapa pembayaran ganti rugi diberikan. Sehingga di dalam pedoman pasal 47 dijelaskan lebih lanjut terkait kepada siapa pembayaran ganti rugi diberikan. 
            Pasal 38 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dijelaskan bahwa pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas “Terlapor”. Sehingga penetapan ganti rugi merupakan ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran atas Undang-undang anti monopoli. Maka dari itu penetapan ganti rugi ditujukan kepada pihak yang dirugikan, dalam hal ini bukan Negara.

PENENTUAN BESARAN NILAI DASAR
1. Perhitungan Nilai Penjualan
            Dalam menentukan nilai dasar denda yang akan ditetapkan, KPPU akan menggunakan nilai penjualan/pembelian barang atau jasa Terlapor pada pasar bersangkutan. Pada umumnya nilai penjualan akan dihitung berdasarkan nilai keseluruhan penjualan pada tahun sebelum pelanggaran dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan estimasi nilai penjualan pelaku usaha yang terlibat pelanggaran pada saat data penjualan tahunannya belum tersedia. Dalam kasus tender, penentuan nilai penjualan tidak didasarkan pada penghitungan nilai penjualan tahun sebelum pelanggaran, namun berdasarkan harga pemenang tender.
            Pada pelanggaran yang dilakukan oleh sekelompok Terlapor, maka nilai penjualan akan dihitung sebagai penjumlahan dari seluruh nilai penjualan anggotanya. Dalam menentukan nilai penjualan terlapor, KPPU akan menggunakan nilai perkiraan penjualan yang paling menggambarkan nilai penjualan sebenarnya. Nilai penjualan akan ditentukan sebelum PPN dan pajak lainnya yang terkait langsung dengan nilai penjualan tersebut. Apabila data yang diserahkan oleh terlapor tidak lengkap atau tidak dapat diandalkan, maka KPPU dapat menentukan nilai penjualannya dengan berdasarkan data tidak lengkap tersebut dan/atau informasi lain terkait yang relevan dan tepat.

Penentuan Nilai Dasar Denda
            Nilai dasar denda akan terkait dengan proporsi dari nilai penjualan, tergantung dari tingkat pelanggaran, dikalikan dengan jumlah tahun pelanggaran. Penentuan tingkat pelanggaran akan dilakukan secara kasus per kasus untuk setiap tipe pelanggaran, dengan mempertimbangkan seluruh situasi yang terkait dengan kasus tersebut. Sebagai panduan umum, proporsi dari nilai penjualan yang diperhitungkan adalah sampai dengan 10% dari nilai penjualan tersebut. Untuk menentukan apakah proporsi nilai penjualan yang dipertimbangkan dalam kasus tersebut seharusnya berada dalam titik tertinggi atau terendah dalam skala tersebut, KPPU akan mempertimbangkan berbagai macam faktor dapat berupa :
1. skala perusahaan,
2. jenis pelanggaran,
3. gabungan pangsa pasar pada para terlapor,
4. cakupan wilayah geografis pelanggaran dan
5. telah atau belum dilaksanakan pelanggaran tersebut.
            Perjanjian penetapan harga horizontal, pembagian pasar dan pembatasan produksi yang biasanya dilakukan secara rahasia, persekongkolan tender adalah pelanggaran yang paling berat. Untukitu proporssi nilai penjualan yang akan dihitung pelanggaran tersebut merupakan proporsi tertinggi pada skala tersebut diatas. Untuk mempertimbangkan jangka waktu pelanggaran yang dilakukan oleh setiap terlapor, jumlah nilai tersebut akan dikalikan jumlah tahun dari pelanggaran.

2. Penyesuaian terhadap besaran nilai dasar denda
Dalam pengenaan denda, KPPU dapat mempertimbangkan keadaan yang menghasilkan penambahan atau peengurangan nilai dasar denda tersebut berdasarkan penilaian secara keseluruhan dengan tetap memperhatikan seluruh aspek-aspek yang terkait.
Hal-Hal Yang Memberatkan
            Nilai dasar dapat ditambahkan ketika KPPU menemukan hal-hal yang memberatkan, sebagai berikut :
- Apabila terlapor melanjutkan atau mengulangi pelanggaran yang sama ketika KPPU menemukan bahwa terlapor melanggar UU 5/1999, maka nilai dasar akan ditambah sampai dengan 100% untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
- Menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
- Bagi Pemimpin atau penggagas dari pelanggaran, KPPU akan memberikan perhatian khusus terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh penggagas dalam peranannya menekan atau mengancam pihak yang lain.

Hal-Hal Yang Meringankan
            Nilai dasar dapat dikurangi apabila KPPU menemukan hal-hal yang meringankan sbb:
- Terlapor memberikan bukti bahwa dia telah menghentikan tindakan pelanggaran segera setelah KPPU melakukan penyelidikan.
- Terlapor menunjukkan bukti bahwa pelanggaran tersebut dilakukan secara tidak sengaja.
- Terlapor menunjukkan bukti bahwa keterlibatannya adalah minimal.
- Terlapor bersikap baik dan kooperatif dalam proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
- Apabila tindakan tersebut merupakan perintah perundangan-undangan atau persetujuan instansi yang berwenang.
- Adanya pernyataan kesediaan untuk melakukan perubahan perilaku dari pelaku usaha

Tambahan Denda untuk Penjera
            KPPU akan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan untuk menjamin bahwa denda mengandung efek penjera yang cukup. Pada akhirnya, hal tersebut akan meningkatkan denda yang dikenakan pada pihak terlapor yang memiliki turnover yang lebih besar dari penjualan barang dan jasa yang terkait dengan pelanggaran. KPPU akan juga mempertimbangkan kebutuhan untuk menambah denda dengan tujuan untuk melebihi jumlah dari keuntungan yang diperoleh dari tindakan pelanggaran yang dimungkinkan untuk diperhtungkan nilainya.

3. Rentang Besaran Denda
-Jumlah akhir dari besaran dalam keadaan apapun, tidak boleh melebihi Rp. 25.000.000.000,-
-Jumlah akhir dari besaran denda dalam keadaan apapun, tidak boleh melebihi 10% dari total turn over dari tahun berjalan dari pihak terlapor atau para terlapor yang terkait dengan pelanggaran.
-Jika jumlah denda lebih dari Rp. 25.000.000.000,-
      Dan 10% turn over lebih besar dari Rp. 25.000.000.000,- maka akan dikenakan denda akhir Rp. 25.000.000..000,- Dan 10% turnover lebih kecil atau sama dengan Rp25.000.000.000,- maka akan dikenakan denda akhir sebesar 10% turnover
- Jika jumlah perhitungan denda kurang dari Rp.1.000.000.000,
- Mempertimbangkan aspek keadilan maka denda dapat dikenakan atau diganti dengan bentuk sanksi lainnya.
- Apabila pelanggaran oleh para terlapor terkait dengan aktifitas dari anggotanya, denda tidak boleh melebihi dari 10% dari total turnover dari tiap anggota pada pasar yang terkena dampak dari pelanggaran.
4. Kemampuan untuk Membayar
KPPU dapat, berdasarkan permintaan pihak terlapor, mempertimbangkan kemampuan membayar dari terlapor pada konteks sosial dan ekonomi tertentu. Pengurangan akan diberikan secara individu berdasar pada bukti objektif yaitu bila denda tersebut akan berakibat pada bankrutnya perusahaan.

HAMBATAN EKSEKUSI HUKUMAN ADMINISTRATIF BERUPA GANTI RUGI DAN DENDA
            Di antara sanksi aministratif yang dapat dijatuhkan dalam putusan KPPU sebagaimana Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang menarik untuk dibahas adalah berupa pembayaran ganti rugi dan pengenaan denda minimal Rp. 1 miliar dan maksimal Rp. 25 miliar. Dalam Pasal 44 ayat (1) memberikan kesempatan kepada pelaku usaha dalam tempo 30 hari setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU wajib melaksanakan putusan dengan sukarela dan laporan pelaksanaanya disampaikan kepada KPPU. Sebagaimana diketahui KPPU sebagai lembaga pengawas pelaksanaan Undang- Undang No. 5 Tahun 1999, kedudukan KPPU bukan sebagai lembaga peradilan perdata, oleh karena itu KPPU tidak dapat mengeksekusi putusannya sendiri seperti pada pengadilan negeri.
            Putusan KPPU yang menghukum supaya pelaku membayar ganti rugi atau membayar denda, walaupun sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena pelaku tidak mengajukan upaya hukum, tidak dapat dieksekusi oleh KPPU. Dalam hal ini KPPU tidak dapat melakukan peneguran (aanmaning), sita eksekusi, maupun pelelangan. Dengan mengetahui hambatan tersebut, maka terhadap pelaku usaha yang merasa dirugikan, dapat melakukan gugatan perdata ke pengadilan negeri dengan mendasarkan gugatannya pada Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melanggar hukum dengan menuntut ganti rugi baik secara materiil maupun inmateriil.

KESIMPULAN
            Untuk melakukan eksekusi putusan, KPPU tidak mempunyai upaya paksa terhadap pelaku untuk membayar denda dikarenakan belum adanya peraturan yang secara jelas mengatur mengenai pembayaran ganti rugi dan denda. Dan apabila dijalankan maka akan bertentangan dengan prinsip kekuasaan kehakiman. Oleh karena itu, dalam melakukan eksekusi, KPPU meminta bantuan kepada Pengadilan Negeri.

            Ganti rugi KPPU ditentukan dengan menempuh dua langkah, yaitu KPPU akan menentukan besaran nilai dasar dan melakukan oenyesuaian dengan menambahkan atau mengurangi nilai dasar tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar