A. Permasalahan
Guru Agama seringkali mengalami
kesulitan dalam pemenuhan kuota jam mengajar sesuai dengan ketentuan berlaku. Hal
ini disebabkan oleh jumlah rombel yang sedikit di satuan pendidikan inti dan
jumlah guru agama pada satuan pendidikan inti. Berbeda dengan guru mata
pelajaran (mapel) maupun guru kelas yang memiliki lebih mudah dalam memenuhi
ketentuan jam pelajaran dalam seminggu. Untuk memenuhi kekurangan jam mengajar,
guru agama seringkali harus mengajar di satuan pendidikan lain. Adanya
ketentuan mengenai rasio perbandingan guru dan siswa yang harus dipenuhi dan
jumlah jam mengajar dalam seminggu.
B. Kajian
hukum
1. Permasalahan
Guru secara Umum
Masalah guru
tidak hanya masalah satuan pendidikan yang merupakan satuan pendidikan formal
maupun satuan pendidikan nonformal. Pembedaan status guru berdasarkan satuan
pendidikannya ini menjadikan perlakuan terhadap guru dalam hal pemenuhan
kesejahteraan guru pun berbeda. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
mengatur tentang guru yang berada di satuan pendidikan formal untuk satuan
pendidikan anak usia dini dan seluruh satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah[1]. Permasalahan
lain adalah pembedaan guru berdasarkan status kepegawaiannya, yakni guru
berstatus PNS dan bukan PNS. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) meminta seluruh instansi pemerintah, mulai dari
kementerian, lembaga dan pemerintah daerah agar segera melakukan pemetaan
jabatan fungsional dan memetakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungannya
yang memenuhi syarat terkait dengan kebijakan inpassing nasional[2].
Pasal 1 angka 5 UU
Guru dan Dosen menentukan bahwa yang dimaksud dengan penyelenggara pendidikan adalah
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur pendidikan formal, dan terkait dengan ketentuan tersebut diatur pada
Pasal 13 UU Guru dan Dosen ditentukan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan
sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat, yang lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan Peraturan Pemerintah[3]. Selain itu terdapat
hak-hak guru yang diatur dalam UU Guru dan Dosen[4], yang mana mengenai
penghasilan guru, diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 15 hingga Pasal 19
UU Guru dan Dosen.
2. Tunjangan
Profesi Guru
Pasal 15 UU Guru dan Dosen menjabarkan bahwa yang
dimaksud dengan penghasilan bagi guru meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan
tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar
prestasi[5]. Namun mengenai gaji, pada
ketentuan Pasal ini dibedakan berdasarkan siapa yang mengangkat guru tersebut. Guru
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengari peraturan perundang-undangan[6] sedangkan guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi
gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama[7]. Pada Pasal 16 UU Guru dan
Dosen diatur mengenai tunjangan profesi guru yang diberikan kepada guru yang
telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan
dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat[8] yang diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama[9] yang mana dialokasikan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD)[10]. Mengenai tunjangan
profesi guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah[11].
Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 16 ayat (4) UU
Guru dan Dosen, Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan
Dosen, Serta Tunjangan Kehormatan Profesor (PP Nomor 41 Tahun 2009). Pada
ketentuan Pasal 3 PP Nomor 41 Tahun 2009 diatur bahwa Guru dan dosen yang telah
memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan diberi tunjangan profesi setiap bulan[12] yang diberikan kepada guru dan dosen pegawai
negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil[13]. Tunjangan profesi bagi
guru diberikan terhitung mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah yang
bersangkutan mendapat Nomor Registrasi Guru dari Departemen[14] dan dihentikan apabila
guru atau dosen tidak lagi memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan[15].
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru (PP Nomor 74 Tahun 2008) Pasal 17 ayat (1) mengatur bahwa guru tetap
pemegang Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila
mengajar di satuan pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap
Gurunya sebagai berikut:
a. untuk TK, RA, atau yang
sederajat 15:1;
b. untuk SD atau yang sederajat
20:1;
c. untuk MI atau yang sederajat
15:1;
d. untuk SMP atau yang
sederajat 20:1;
e. untuk MTs atau yang
sederajat 15:1;
f. untuk SMA atau yang
sederajat 20:1;
g. untuk MA atau yang sederajat
15:1;
h. untuk SMK atau yang
sederajat 15:1; dan
i. untuk MAK atau yang
sederajat 12:1.[16]
PP Nomor 74 Tahun 2008 telah diubah melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (PP Nomor 19 Tahun 2017). Pada
perubahan tersebut dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 17 PP Nomor 74 Tahun 2008
telah dihapus melalui ketentuan angka 11.
3. Tunjangan
Profesi Guru Agama
Dalam pelaksanaan penyaluran
tunjangan profesi guru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah mengundangkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis
Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri
Sipil Daerah dan untuk guru dilingkungan Kementerian Agama diatur melalui
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1952 Tahun 2016 tentang
Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi Guru Bagi Guru Madrasah Tahun 2016.
Berdasarkan ketentuan dalam diatur dalam
Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi Melalui Dipa Direktorat Pembinaan
PTK Pendidikan Dasar[17] yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa kriteria penerima tunjangan profesi
melalui DIPA Direktorat Pembinaan PTK Pendidikan Dasar tahun 2015 diantaranya
mengatur bahwa Guru Tetap Bukan PNS yang diangkat oleh Kepala Daerah yang
dibuktikan dengan SK Pengangkatan oleh Bupati/Walikota/Gubernur atau pejabat
yang diberi kewenangan oleh Bupati/Walikota/Gubernur yang masih berlaku dan
pembiayaannya dibebankan pada APBD atau Guru Tetap Yayasan yang dibuktikan
dengan SK Pengangkatan oleh Ketua Yayasan, dan mengajar pada satuan pendidikan
di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kecuali guru
pendidikan agama.
Keputusan Menteri Agama Nomor
73 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Profesi dan
Bantuan Tunjangan Profesi Guru/Pengawas dalam Binaan Kementerian Agama
menyebutkan bahwa kriteria penerima tunjangan profesi tersebut adalah Guru
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memangku jabatan fungsional sebagai :
a. Pengawas
Pendidikan Agama;
b. Pengawas
Rumpun (Pengawas MA dan Madrasah);
c. Guru pada
MA dan Madrasah;
d. Guru agama
pada sekolah; dan
e. Guru pada
satuan pendidikan formal lainnya dalam binaan Kementerian Agama,
dan
Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) yang meliputi :
a. Guru pada
RA dan Madrasah;
b. Guru agama
pada sekolah; dan
c. Guru pada
satuan pendidikan formal lainnya dalam binaan Kementerian Agama.
Juknis yang diterbitkan oleh
Kementerian Agama melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam
Nomor 1952 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi Guru
Bagi Guru Madrasah Tahun 2016 tidak mengatur tentang guru agama secara khusus tetapi
dalam ketentuan kriteria penerima tunjangan profesi guru diatur pada angka 8
bahwa beban kerja guru adalah paling sedikit 24 jam tatap muka dan paling
banyak 40 jam dalam satu minggu untuk setiap mata pelajaran yang diampu sesuai
dengan sertifikat pendidikan yang dimilikinya lebih khusus diatur bahwa guru
berkewajiban mengajar paling sedikit 6 jam di satuan administrasi pangkalan
(satmingkal) nya.
Kementerian Agama menerbitkan
Keputusan Direktur Pendidikan Islam Nomor 7394 Nomor 2016 tentang Petunjuk
Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi Guru Bagi Guru Madrasah Tahun 2017 untuk tahun
2017 yang masih mengacu pada ketentuan PP Nomor 74 Tahun 2008 dan belum
menerbitkan ketentuan baru yang telah disesuaikan dengan ketentuan dengan
ketentuan PP Nomor 19 Tahun 2017 yang berisi tentang perubahan PP Nomor 74
Tahun 2008. Dalam KMA tersebut diatur kriteria guru penerima tunjangan profesi
adalah guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang memiliki izin
operasional penyelenggaraan pendidikan dan memenuhi rasio peserta didik
terhadap guru sesuai ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 tentang Guru. Rasio peserta didik terhadap guru adalah 15 : 1 untuk
jenjang RA/MI/MTs/MA dan 12 : 1 untuk jenjang MAK. Rasio dihitung berdasarkan
jumlah rata-rata peserta didik dari seluruh kelas/rombongan belajar yang diampu
oleh setiap guru. Pemenuhan rasio dimaksud dapat diberikan dispensasi jika guru
bertugas di madrasah pada kondisi (Dispensasi 1):
a. Terletak di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal).
b. Terletak di daerah yang secara geografis dan/atau demografis
menyebabkan jumlah penduduknya sangat minim, yang ditunjukkan melalui surat
keterangan yang diterbitkan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
c. Madrasah yang menyelenggarakan pendidikan bagi siswa berkebutuhan
khusus (MILB, MTsLB, MALB atau yang sejenis).
Permasalahan pemenuhan jam
tatap muka bagi guru agama adalah sedikitnya jam tatap muka mata pelajaran
agama dan jumlah rombel pada setiap level di satuan pendidikan yang merupakan satmingkal
guru agama tersebut. Namun ketentuan yang telah dijabarkan memungkinkan guru
agama untuk memenuhi ketentuan jam tatap muka sebagaimana kriteria perolehan
tunjangan profesi guru dengan mengajar pelajaran agama di satuan pendidikan
lain. Terhadap guru agama yang satmingkalnya bukan satuan pendidikan binaan
Kementerian Agama, dalam hal ini satuan pendidikan formal dibawah binaan
kementerian pendidikan, maka guru agama tersebut tetap melampirkan SKBK[18] dari satmingkalnya.
C.
Kesimpulan
Kementerian Agama harus segera
menerbitkan Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi Guru Bagi Guru Madrasah
yang telah disesuaikan dengan ketentuan PP Nomor 19 Tahun 2017 yang merupakan
perubahan ketentuan dalam PP Nomor 74 Tahun 2008 dan memperjelas pengaturan
mengenai guru agama di satuan pendidikan diluar satuan pendidikan binaan
Kementerian Agama mengingat guru madrasah, guru di satuan pendidikan binaan
Kementerian Agama dan guru agama di satuan pendidikan binaan Kementerian lain
merupakan guru yang berada dalam binaan Kementerian Agama.
[1] Pasal 1 angka
1 UU Guru dan Dosen, yang menyatakan :
"Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah."
[2]
http://setkab.go.id/inpassing-pns-mulai-april-seluruh-instansi-pemerintah-diminta-segera-petakan-jabatan-fungsional/
diakses pada 21 Juli 2017
[3] Pasal 13 ayat
(1) dan ayat (2) UU Guru dan Dosen
[4] Pasal 14 ayat
(1) UU Guru dan Dosen
[5] Pasal 15 ayat
(1) UU Guru dan Dosen
[6] Pasal 15 ayat
(2) UU Guru dan Dosen
[7] Pasal 15 ayat
(3) UU Guru dan Dosen
[8] Pasal 16 ayat
(1) UU Guru dan Dosen
[9] Pasal 16 ayat
(2) UU Guru dan Dosen
[10] Pasal 16 ayat
(3) UU Guru dan Dosen
[11] Pasal 16 ayat
(4) UU Guru dan Dosen
[12] Pasal 3 ayat
(1) PP Nomor 41 Tahun 2009
[13] Pasal 3 ayat
(2) PP Nomor 41 Tahun 2009. Pada Pasal 5 dan Pasal 6 PP Nomor 41 tahun 2009
diatur bahwa tunjangan profesi bagi guru dan dosen bukan pegawai negeri sipil
diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
akademik yang berlaku bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil dan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri yang dalam hal ini dappat didelegasikan kepada
pejabat lain di lingkungannya.
[14] Pasal 7 PP
Nomor 41 Tahun 2009
[15] Pasal 9 PP
Nomor 41 Tahun 2009
[16] Pasal 17 ayat
(2) PP Nomor 74 Tahun 2008 menentukan lebih lanjut bahwa Menteri atau pejabat
yang ditunjuk dapat menetapkan ketentuan rasio pada Pasal 17 ayat (1) PP Nomor
74 Tahun 2008 secara khusus untuk
pendidik yang bertugas pada:
a. satuan pendidikan khusus;
b. satuan pendidikan layanan
khusus;
c. satuan pendidikan yang
mempekerjakan Guru berkeahlian khusus; atau
d. satuan pendidikan selain
huruf a, huruf b, dan huruf c atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
[17]
http://gtk.kemdikbud.go.id/files/juknis/Juknis_TP_Pusat__25_FEBRUARI__edited_.pdf
diakses pada 21 Juli 2017
[18] Surat Keterangan Beban Kerja (SKBK) adalah surat keterangan pemenuhan beban
kerja sebagaimana yang dipersyaratkan untuk menerima tunjangan profesi. SKBK
bagi guru PNS berdasarkan SKMT yang ditandatangani oleh Kepala Madrasah
Satminkal, sedangkan SKBK bagi guru PNS DPK/Bukan PNS ditandatangani oleh
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara digital melalui
SIMPATIKA. SKBK bagi pengawas berdasarkan SKMT yang ditandatangani oleh Kepala
Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara digital melalui SIMPATIKA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar