Perkembangan yang terjadi sampai saat ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan hubungan antar masyarakat bangsa dari berbagai penjuru dunia, sehingga batas-batas negara pun menjadi semakin pudar. Hal tersebut antara lain ditenggarai oleh adanya hubungan kerjasama antar berbagai negara yang tergabung dalam kelompok-kelompok kecil seperti ASEAN, OPEC, APEC, dan lain sebagainya. Keadaan ini yang kemudian menghantarkan pada kenyataan seakan-akan di dunia ini tidak ada batasan-batasan yang menunjukkan negara bangsa, melainkan lebih pada grup-grup dimana suatu negara tergabung di dalamnya. Inilah yang oleh Kenichi Ohmae disebut dengan the borderless world.
Sekalipun hubungan kerjasama antar negara demikian luasnya, perlu dipahami bahwa setiap negara memiliki kedaulatan terhadap teritorialnya dan sekaligus kebebasan dalam menentukan segala sesuatu yang berkaitan dengan negara yang bersangkutan. Sehingga batas-batas tertentu dalam bekerjasama harus diatur dalam wujud kesepakatan, traktat maupun konvensi. Tentang hal ini, telah tercakup dalam hukum antar negara atau yang sekarang ini dikenal dengan hukum internasional.
Maka tidak dapat disangkal lagi bahwa kepentingan bersama bangsa-bangsa tersebut menghendaki secara mutlak adanya sopan santun dalam pergaulan antar negara yang berupa peraturan-peraturan hukum. Dan dalam sopan santun tersebut termasuk juga dalam pelaksanaan tugas negara sebagai pemungut pajak. Untuk itu dilakukan suatu upaya yang memungkinkan adanya kerjasama dalam bidang pajak. Dengan demikian, dalam tubuh hukum internasional termasuk pula hukum pajak internasional.
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini terdapat tiga pendapat dari ahli hukum pajak, yaitu:
1.Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2.Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3.Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing. Maka hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.
Di negara-negara Anglo Saxon berlaku pengertian Hukum Pajak Internasional yang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a.National External Tax Law
National External Tax Law, yang di Jerman disebut Auszensteuerrecht, merupakan bagian dari pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai keluar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik obyek maupun subyeknya. Dilihat dari sumber hukumnya, maka hukum ini merupakan hukum pajak nasional. Tetapi kalau dilihat dari sasarannya, baik obyek maupun subyeknya, maka terdapat hukum pajak internasional, karena daya kerja atau lingkup kuasanya melampaui batas-batas negara yang bersangkutan dan menyangkut hukum internasional yang memungkinkan terjadinya bentrokan hukum dengan negara lain.
b.Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerretch)
Yang tercakup dalam pengertian ini adalah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia. Dan pengertian ini senada dengan yang diungkapkan oleh Rossendorf yang menyatakan bahwa hukum pajak internasional adalah keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara yang ada di dunia. Foreign Tax Law digunakan dalam melakukan comparative tax law study, dan diperlukan apabila kita hendak melakukan suatu perjanjian transaksi dengan negara lain.
c.International Tax Law
International Tax Law ini dibedakan menjadi hukum pajak internasional dalam arti sempit dan hukum pajak internasional dalam arti luas.
Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaidah pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, yang mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antar negara yang saling mempunyai kepentingan.
Hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaidah yang berdasarkan traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia maupun kaidah-kaidah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.
Dari beberapa pengertian diatas, maka hukum pajak internasional merupakan suatu aturan-aturan yang berlaku bagi negara-negara yang saling berkepentingan, yang berkaitan dengan subyek pajak atau obyek pajak asing, berkaitan dengan hak perolehan pajak yang mengikat subjek atau objek tersebut.
Sumber-Sumber Hukum Pajak Internasional
Sumber-sumber hukum formal pajak internasional adalah :
1.Asas-asas yang terdapat dalam hukum antarnegara.
Asas-asas ini dapat disimpulkan dari peraturan-peraturan dari hukum antarnegara, baik yang tertulis maupun yang tidak.
2.Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan pada negara lain, seperti pencegahan pengenaan pajak berganda.
3.Traktat-traktat (perjanjian) dengan negara lain seperti :
a.Untuk meniadakan/menghindarkan pajak berganda
b.Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang – orang asing
c.Untuk mengatur soal pemecahan laba (winstsplitsing), di dalam hal suatu perusahaan/seseorang mempunyai cabang-cabang/sumber-sumber pendapatan di negara asing.
d.Untuk saling memberi bantuan dalam pengenaan pajak lengkap dengan pemungutannya, termasuk usaha untuk memberantas evasion fiscale, yang dapat terjelma dengan saling memberikan keterangan-keterangan tentang adanya Tatbestand dengan segala detailnya yang diperlukan untuk penetapan pajaknya.
e.Untuk menetapkan tarif-tarif douane.
Subyek Pajak dan Objek Pajak dalam Pajak Internasional
Dalam hal pajak internasional, subyek pajak terbagi menjadi dua, yaitu :
1.Subyek pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri.
2.Subyek pajak di luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di dalam negeri.
Obyek pajak internasional terbagi menjadi dua, yaitu ;
1.Obyek pajak dengan sumber di dalam negeri.
2.Obyek pajak dengan sumber di luar negeri.
Kedaulatan dalam Lapangan Pajak
Dalam hukum antarnegara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri-sendiri, dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar negara, dan bebas dari pengaruh negara-negara lain.
Sesuai dengan azas yang telah disebutkan diatas, maka kedaulatan pemajakan sebagai spesies dari gensi kedaulatan negara dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak. Kekuasaan tersebut terdiri atas :
1.Kekuasaan untuk membuat undang-undang nasional.
2.Kekuasaan untuk melaksanakan peraturan yang telah dibuat. Yaitu untuk menetapkan pajak sesuai dengan tatbestand yang berakibat timbulnya utang pajak dari yang bersangkutan, lengkap dengan tindakan-tindakan paksaannya yang termasuk dalam kekuasaan eksekusi.
Pajak Ganda Internasional
Pajak ganda merupakan salah satu bagian dari masalah yang terdapat dalam hukum perpajakan. Dan permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dihadapi oleh negara-negara di dunia dan sangat meresahkan karena menimbulkan efek ketidakadilan. Berikut adalah pengertian dari pajak ganda internasional.
1.Volkendbond (league of nation)
Pajak ganda internasional terjadi apabila pajak-pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupasehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu, memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tersebut tidak terjadi semata-mata disebabkan oleh perbedaan tarif negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena ada dua negara atau lebih yang memungut pajak atas obyek dan subyek pajak yang sama.1
Dari pendapat diatas, dapat diketahui unsur-unsur dari pajak ganda internasional, yaitu :
a.Ada pajak dari dua negara atau lebih yang saling tumpang tindih.
b.Subyek pajak memikul beban pajak yang lebih besar dari apabila ia hanya dikenakan pajak dari satu negara saja.
c.Beban tambahan bukan karena perbedaan tarif pajak.
d.Pengenaan pajak atas objek dan subjek yang sama.
2.Fiscal committee OECD
Sebuah komite fiskal dari Organisation of Economic Cooperation and Development, mendefinisikan pajak ganda internasional sebagai ;
“The phenomenon of internetional double taxation, which can generally defined as imposition of comparable taxes in two (or more) states on the same taxpayer in respect of the samesubject matter and for identical period.”
3.Ottmar Buhler
Beliau membedakan arti pajak ganda ini dalam arti sempit dan arti luas. Pajak ganda dalam arti sempit adalah apabila pajak yang bersangkutan dikenakan pada subyek pajak yang sama. Sementara itu, pajak ganda dalam arti luas adalah pajak yang terjadi manakala suatu tatbestand yang sama pada saat yang sama, oleh beberapa negara dikenakan pajak yang sama atau pajak yang sifatnya sama.
Sebab Terjadinya Pajak Ganda Internasional2
Perbedaan azas yang dipakai (kedaulatan negara).
Domisili rangkap.
Kebangsaan rangkap.
Hal ini terjadi apabila dua negara memiliki perbedaan batasan tentang warga negara. Penentuan azas kewarganegaraan pada suatu negara yang menggunakan azas ius soli, yang berdasarkan pada tempat lahir, dan pada negara lainnya menggunakan azas ius sanguinis, yang berdasarkan pada aliran darah/keturunan. Tentunya hal ini menyebabkan kewarganegaraan ganda, terutama apabila negara yang bersangkutan azas nasionalitas sebagai dasar pengenaan pajaknya.
Penyelesaian Pajak Ganda Internasional
Mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan oleh pajak ganda bagi atmosfir perekonomian dan hubungan antarnegara, maka masalah pajak ganda ini harus segera diselesaikan. Dan berikut adalah cara-cara penuntasan permasalahan tersebut3, yang penggunaannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan negara yang bersangkutan.
1.Cara Unilateral (sepihak)
Penyelesaian dengan cara ini dilakukan dengan cara memasukkan ketentuan yang dapat menghindarkan pajak ganda ke dalam undang-undang pajak nasional. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode antara lain :
a.Tax exemption, merupakan merupakan penghindaran pajak ganda yang umumnya dilakukan oleh negara domosili yang mempunyai kewenangan pemungutan pajak secara tak terbatas (world wide income). Dalam hal ini silakukan dengan melepaskan haknya untuk memugut pajak terhadap objek pajak yang sumbernya atau asalnya dari luar negeri. Dengan demikian hak untuk memungut pajak diserahkan kepada negara sumber. Metode ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Pure territorial principle
Apabila suatu negara menerapkan metode ini, maka negara tempat subyek pajak berdomisili tersebut sama sekali tidak mengenakan pajak terhadap penghasilan yang di dapat atau diperoleh dari luar negeri. Dengan kata lain, negara domisili melepaskan haknya untuk memungut pajak terhadap penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan menggunakan asas world wide income.
Restricted territorial principle
Berbeda dengan Pure territorial principle, Restricted territorial principle memperhatikan penghasilan subyek pajak yang diperoleh atau berasal dari luar negeri, dan digunakan untuk menentukan tarif progressif pajak terhadap penghasilan yang diperoleh subyek pajak dari dalam negeri.
b.Tax credit
Merupakan metode pengurangan pajak apabila penghasilan yang diperoleh subjek pajak dari luar negeri dikenakan pajak baik di dalam negeri maupun di luar negeri (negara sumber). Pemberian tax credit ini dilakukan apabila jumlah pajak yang dikenakan oleh negara sumber tidak melebihi jumlah pajak yang dikenakan oleh negara domisili. Dengan kata lain, tax credit ini hanya diberikan maksimum sebesar pajak yang dikenakan negara domisili. Metode ini dapat berupa :
Direct tax credit
Metode ini banyak diberlakukan di negara-negara anglo saxon. Objek pajak dikenakan pajak di negara domisili dengan menggunakan azas world wide income, dimana terhadap jumlah pajak itu dapat dikurangkan dengan jumlah pajak yang dikenakan oleh negara sumber atas penghasilan di negara sumber, asalakan penghasilan itu sudah termasuk dalam world wide income dari subjek pajak yang bersangkutan. Apabila pajak yang dibayar di negara sumber lebih kecil daripada yang dibayarkan di negara domisili, maka dapat dikurangkan sepenuhnya (full tax credit), dimana hal seperti ini akan baikapabila tekanan dan tarif pajak di kedua negara bisa seimbang. Apabila tarif di negara sumber lebih besar daripada di negara domisili, maka dalam hal seperti ini tax credit hanya dapat diberlakukan sebagian saja (ordinary credit).
Indirect tax credit
Metode ini dimaksudkan untuk memberikan tax credit kepada perusahaan induk di negara domisili terhadap pajak yang dibayarkan subordinary-nya di negara sumber.
Fictitious tax credit atau tax sparing
Yang disebut dengan Fictitious tax credit merupakan perkembangan baru dalam hukum pajak internasional. Dalam hubungan antara negara berkembang dengan negara maju sering sekali negara sedang berkembang mempunyai kepentingan untuk mengundang investor asing dengan memberikan berbagai tax incentive. Salah satunya dengan memberikan pengenaan pajak dengan tarif yang diperendah dan tidak sama dengan tarif umum di negara tersebut atau tidak mengenakan pajak sepanjang keuntungannya ditanam kembali di negara yang bersangkutan. Sementara itu di negara maju tempat investor berdomisili, pengenaan pajak dengan menerapkan tax credit terhadap penghasilan yang diperoleh sumber pajakyang berdomisili di negara itu yang bersumber di negara asing, dimana pengenaan tax credit itu berdasarkan pada tarif umum yang dikenakan kepada negara sumber. Dari kenyataan seperti itu maka subjek pajak memperoleh keuntungan ganda, yaitu di negara sumber memperoleh keringanan pajak atau bahkan tidak dikenakan pajak, sementara dari negara domisili memperoleh keuntungan karena dikenakan tax credit.
c.Reduced rate for foreign income
Merupakan metode penghindaran pajak ganda yang dilakukan negara domisili terhadap subjek pajak yang berdomisili di negara tersebut yang bersumber dari luar negeri. Terhadap penghasilan yang diperoleh atau bersumber dari luar negeri tersebut dikenakan pajak dengan tarif yang diperingan atau tidak sama dengan tarif umum yang berlaku di negara domisili itu. Jadi dalam hal ini negra domisili tidak melepaskan haknya untuk memungut pajak dar penghasilan subjek pajak yang berdomisili di negara tersebut yang diperoleh dari luar negeri, melainkan terhadap penghasilan yang bersumber dari luar negeri tersebut dikenakan pajak dengan tarif yang diperingan (telah diturunkan).
d.Tax deduction for foreign income
Berbeda dengan metode-metode yang telah disebutkan sebelumnya, metode ini bukan tidak mengenakan pajak sama sekali terhadap penghasilan luar negeri (credit of income againts income), atau mengkreditkannya dengan pajak yang dibayarkan di dalam negeri(credit of tax againts tax), melainkan dengan memasukkan pajak yang dibayar di luar negeri dalam komponen biaya. Seperti diketahui bahwa untuk pengenaan pajak, pada umumnya yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak (tax base) adalah laba bersih, yaitu laba kotor yang telah dikurangi dengan biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluaran tertentu yang oleh undang-undang diperbolehkan untuk dikurangkan dari laba kotor.
2.Cara Bilateral (Timbal Balik Dua Negara)
Yaitu dengan menggunakan hukum internasional diantara dua negara yang terlibat, yang isinya menyepakati untuk menghindari pajak ganda internasional. Penghindaran pajak berganda internasional (tax treaty) seperti itu sering disebut dengan P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda). Biasanya di dalamnya menyepakati tentang hak pemungutan pajak, yang dilakukan secara timbal balik, mengingat adanya kemungkinan dalam suatu negara diterapkan lebih dari satu asas pengenaan pajak.
Dengan P3B sebenarnya ada keuntungan tertentu, yakni persoalan yang berkaitan dengan pajak ganda nasional pada umumnya dapat terpecahkan hampir secara menyeluruh. Akan tetapi, bukan berarti cara ini tidak mengandung kelemahan. Kelemahan yang sering kali muncul adalah tidak mudahnya mencapai kesepakatan antara dua negara yang saling berkepentingan. Demikian pula terjadinya kemungkinan akan menguntungkan salah satu pihak.
Secara umum dikenal dua model P3B. Model pertama adalah model yang disusun oleh komite fiskal organisasi kerja ekonomi dan pembangunan (organisation for economic cooperation and development – OECD), sedangkan yang kedua adalah model berdasarkan konvensi PBB (UN-Model).
3.Cara Multilateral
Dalam cara ini, sejumlah negara menandatangani traktat yang isinya menyepakati penghindaran pajak ganda internasional yang terjadi antara mereka terhadap subjek pajak atau objek pajak tertentu. Dalam hal ini biasanya hak untuk mengenakan pajak diberikan kepada negara sumber. Sementara negara domisili dan negara kebangsaan mengalah seperti halnya konvensi Wina tahun 1961, di dalamnya juga memuat mengenai kemungkinan dibebaskannya perwakilan negara yang ditempatkan di negara lain dari pengenaan pajak.
4.Cara Kebiasaan Internasional
Cara penyelesaian ini dilakukan, terutama apabila cara-cara seperti tersebut di atas tidak dapat ditempuh. Pada umumnya dianut kebiasaan bahwa negara sumber diberikan hak terlebih untuk memungut pajak, sementara negara domisili dan negara kebangsaan melepaskan haknya. Hal tersebut dapat dipahamu mengingat negara domisili dan negara kebangsaan akan memiliki banyak peluang untuk mengenakan pajak, tentunya apabila negara tersebut menggunakan asas domisili untuk negara domisili dan asas kebangsaan di negara dimana subjek pajak berkebangsaan.
Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Dalam P3B antara dua negara, pada dasarnya adalah hukum internasional yang tunduk pada aturan konvensi internasional yang diatur dalam konvensi Wina.
Aliran mengenai hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional4 adalah :
1.Aliran tunggal (monist)
Yaitu hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari undang-undang domistik, dimana hukum internasional di atas hukum nasional.
2.Aliran dualist
Aliran ini berpendapat bahwa terdapat dua sistem perundang-undangan, yaitu internasional dan nasional. Dan apabila terjadi persengketaan, maka pengadilan akan memenangkan undang-undang nasional.
Daftar Pustaka
Brotodihardjo, R. Santoso. 2008. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Refika Aditama
Devano, Sony, Rahayu, Siti Kurnia. 2006. Perpajakan : Konsep, Teori dan Isu. Jakarta : Kencana
Ilyas, Wirawan .B, Burton, Richard. 2008. Hukum Pajak, Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat
Pudyatmoko, Sri. 2009. Pengantar hukum pajak, edisi terbaru. Yogyakarta : Penerbit Andi
Soemitro, Rochmat. , 1977. Hukum Pajak Internasional Indonesia. Bandung : PT. Eresco
,1986. Hukum Pajak Internasional Indonesia, Perkembangan dan Pengaruhnya. Bandung : PT. Eresco
Suandy, Erly. 2008. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat
terimakasih sumbernya kakak . .
BalasHapussalam mahasiswa uin maliki :D
Terima kasih artikelnya
BalasHapus