Rabu, 13 Oktober 2010

proposal penelitian perdana

“Manajemen Pengelolaan Lembaga ZIS “Baitul Mal Hidayatullah-Malang” dalam Pengembangan Lembaga dan Operasional”

Proposal Penelitian

oleh :
Ira Chandra Puspita
NIM : 08220055



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
“MAULANA MALIK IBRAHIM”
MALANG


Latar belakang

Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan oleh umat islam pada jangka waktu tertentu dengan tujuan membersihkan harta yang dimilikinya dan mensucikannya.
Dewasa ini muncul badan-badan atau lembaga-lembaga pengelola zakat, yang menerima dan mendistribusikan zakat yang dikelolanya. Pengelolaan zakat yang dulunya diadakan dengan kepanitiaan incidental, sekarang mulai dibentuk kepengurusan dalam suatu kelembagaan yang sifatnya semi permanen sebagai badan amal yang berbadan hukum.
Sesuatu yang revolusioner yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut baitul māl. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) yang transparan dan bertujuan seperti apa yang sekarang disebut dengan welfare oriented. 1Hal ini dirasakan asing pada masa itu, karena pajak yang dikumpulkan oleh penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga di jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia, dikumpulkan oleh menteri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar dan raja. 2
Baitul māl yang didirikan oleh Rasulullah SAW tidak mempunyai bentuk yang formal sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ra, dimana dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam pengelolaan baitul māl. Baru pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra, sejalan dengan bertambah luasnya wilayah pemerintahan Islam, volume dana yang dikelola dan keragaman kegiatan baitul māl juga bertambah besar dan bertambah kompleks. Keadaan ini mendorong khalifah untuk membuat sistem administrasi dan pembukuan yang mampu menangani perkembangan ini.3
Sejak jaman Rasulullah saw baitul māl bukanlah sekedar lembaga sejenis BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul māl merupakan lembaga pengelola keuangan negara, maka baitul māl memainkan fungsi kebijakan fiskal sebagaimana yang dikenal dalam ekonomi sekarang. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh baitul māl sejak jaman rasulullah saw memberikan dampak langsung pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.4
Dalam hal kebijakan moneter, sampai dengan masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra, boleh dikatakan pemerintahan Islam belum memiliki sejenis bank sentral yang mengatur kebijakan moneter, karena pada masa itu belum ada dinar Islam yang dicetak oleh pemerintah Islam. Ketika itu dinar Romawi dan dirham Persia yang digunakan sebagai alat bayar. Barulah di masa pemerintahan Khalifah Ali ra, dicetak dinar Islam dalam bentuk yang khas pemerintahan Islam. Namun karena keadaan politik saat itu mengakibatkan peredarannya sangat terbatas. Jadi dapat dikatakan bahwa baitul māl di jaman Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin ra tidak menjalankan fungsi kebijakan moneter dalam arti mengelola jumlah uang yang beredar. 5
Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul māl ini. Sebagian berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam bank sentral yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi berpendapat bahwa baitul māl itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara. Kalaupun lembaga baitul māl yang menurut para orientalis bukan sesuatu yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat,infaq dan shodaqoh) yang dinamis dan berputar cepat merupakan preseden yang sama sekali baru. 6 UIN Maulkan Malik Ibrahim Malang adalah salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang menggagas pengadaan lembaga zakat di kampus sebagai salah satu tridharma perguruan tinggi UIN Maliki Malang.
Dalam pengembangan konsepnya, El Zawa, atau lembaga zakat UIN Maliki Malang, masih perlu belajar lagi dari apa yang ada di lapangan. Dan BMH atau baltul maal Hidayatullah, yang merupakan salah satu lembaga ZIS nasional besar di Indonesia, dengan cabang di seluruh Indonesia. Maka, pengkajian tentang lembaga ini diharakan dapat menjadi salah satu lembaga percontoham dalam hal konsep, operasional dan pengaturan atau manajemen lembaganya.


Rumusan Masalah
1.Bagaimana Struktur kepengurusan pusat dan cabang BMH (Baitul Mal Hidayatullah) Malang?
2.Bagaimana manajemen operasional BMH secara umum?
3.Bagaimana manajemen operasional BMH Malang?

Tujuan penelitian
1.Mengetahui Struktur kepengurusan BMH Pusat dan BMH cabang Malang.
2.Mengetahui sistem manajemen operasional BMH secara umum.
3.Mengetahui sistem manajemen BMH cabang Malang.


Manfaat penelitian

1. Manfaat Akademik
a. Bagi institusi pendidikan
Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sebagai pembanding penemuan-penemuan peneliti terdahulu tentang pengelolaan zakat dan sirkulasinya beserta memahami sistem operasional lembaga pengelola zakat, khususnya di lembaga BMH.
b. Bagi penulis lain
Dapat dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian dan dasar atau acuan penelitian lain.
2. Manfaat Sosial
a. Bagi El Zawa UIN Malang
Masukan bagi El Zawa untuk bahan pertimbangan melakukan peningkatan kinerja dan srategi dalam pengelolaan zakat yang dikelolanya.
b.Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai management dalam badan pengelola zakat dan sirkulasi zakat dalam pengelolaan badan pengelola zakat.

Metode penelitian

1.Lokasi penelitian
Lokasi penelitian kami adakan di kantor cabang BMH di Malang, yang beralamat di Jalan Sidomakmur nomor 15 Dau.
2.Pendekatan dan metode penelitian
Pendekatan yang kami lakukan adalah pendekatan kualitatif, dimana kami gunakan untuk mengungkapkan, mengemukakan, dan memperjelas hubungan antara keterangan dari pengurus El Zawa yang tetap dan tidak tetap. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif.
Metode yang kami gunakan untuk menggali data adalah metode wewancara secara langsung dan metode dokumentasi.
Adapun metode yang paling tepat untuk memperoleh data adalah dengan deep interview sebagai suatu tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dapat mendengarkan suara dengan telinganya sendiri. Ini merupakan pengumpulan informasi yang langsung mengenai beberapa jenis data. Maka kami mengambil metode wewancara untuk menggali dana dari nara sumber yang berhubungan langsung dengan BMH.
Kelebihan metode wewancara secara langsung adalah :
1.Pengumpulan data dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan dengan suasana santai
2.Keberagaman pendapat dari source of information akan menjadikan data lebih obyektif.
3.Pertanyaan – pertanyaan yang muncul akan lebih komprehensif sehingga data yang digali bisa menjadi lebih luas dan lengkap.
Kekurangannya adalah :
1.Memakan waktu yang lebih panjang.
2.Sumber data lebih sedikit.
3.Tenaga yang dikeluarkan lebih banyak atau dengan kata lain metode ini lebih melelahkan.
4.Kurang efisien.
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data yang diperoleh dengan sumber pada dokumentasi antara lain catatan, laporan tertulis serta akad perjanjian. Metode ini digunakan untuk memperoleh data dari BMH.


Kajian Pustaka
Zakat bukanlah syari’at baru yang hanya terdapat dalam syariah Islam saja. Akan tetapi zakat merupakan bagian dari syari’at terdahulu yang dibawa oleh para rasul sebelum Muhammad SAW. Ibadah ini merupakan rangkaian ibadah fardhu yang bertalian dengan puasa dan haji7.
Zakat merupakan ibadah amaliyah yang menjurus pada aspek sosial, untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dan antar sesama manusia. Dalam hubungannya bagi antar sesama manusia, zakat lebih menjurus pada pembinaan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula Infak dan wakaf.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa Zakat di syari’atkan pada tahun kedua hijrah oleh nabi Muhammad SAW.8 Dalam perkembangannya di Indonesia, keberadaan zakat telah mengkonsep suatu sistem pemerataan kekayaan bagi masyarakat melalui mekanisme pajak penghasilan atau yang kita kenal dengan PPH.
Secara sistem, mekanisme zakat merupakan salah satu bentuk model pemerataan kekayaan. Model ini mengandung tiga komponen sub sistem, yaitu 1. Sistem pengumpulan, 2. Sistem penyaluran dan sistem amil.9 Hubungan ketiganya ini sangat erat satu sama lain.
Adapun sistem pengumpulan berkenaan dengan mekanisme penggalangan dana dari masyarakat Islam secara luas. Pada penyaluran, hal ini berkenaan dengan pihak-pihak yang berhak mnerima zakat. Dalam Al Qur’an telah ditetapkan dalam surat At Taubah ayat 16. Dan pada sistem amil, hal ini berhubungan erat dengan mekanisme manajemen operasional lembaga.
Sejak jaman Rasulullah saw baitul māl bukanlah sekedar lembaga sejenis BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul māl merupakan lembaga pengelola keuangan negara, maka baitul māl memainkan fungsi kebijakan fiskal sebagaimana yang dikenal dalam ekonomi sekarang. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh baitul māl sejak jaman rasulullah saw memberikan dampak langsung pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal kebijakan moneter, sampai dengan masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra, boleh dikatakan pemerintahan Islam belum memiliki sejenis bank sentral yang mengatur kebijakan moneter, karena pada masa itu belum ada dinar Islam yang dicetak oleh pemerintah Islam. Ketika itu dinar Romawi dan dirham Persia yang digunakan sebagai alat bayar. Barulah di masa pemerintahan Khalifah Ali ra, dicetak dinar Islam dalam bentuk yang khas pemerintahan Islam. Namun karena keadaan politik saat itu mengakibatkan peredarannya sangat terbatas. Jadi dapat dikatakan bahwa baitul māl di jaman Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin ra tidak menjalankan fungsi kebijakan moneter dalam arti mengelola jumlah uang yang beredar.
Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul māl ini. Sebagian berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam bank sentral yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi berpendapat bahwa baitul māl itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara. Kalaupun lembaga baitul māl yang menurut para orientalis bukan sesuatu yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat,infaq dan shodaqoh) yang dinamis dan berputar cepat merupakan preseden yang sama sekali baru.
Penjajahan yang terjadi di negara-negara Islam membawa perubahan dalam sistem pemerintahan, politik dan ekonomi. Meskipun akhirnya banyak negara Islam yang berhasil mendapatkan kemerdekaannya, namun kenyataannya mereka hanya merdeka secara politik, karena sisa-sisa penjajahan masih dirasakan terutama dalam bidang ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Sistem ekonomi pada umumnya tidak bisa lepas dari sistim politik. Penjajahan telah membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler, yang secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan akidah dari para pemimpinnya. Warisan ekonomi penjajahan membawa masalah seperti pengangguran, inflasi serta terpisahnya agama dan ekonomi serta politik, yang mengakibatkan ketidakberhasilan dalam pembangunan ekonomi.
Hal ini menimbulkan pemikiran di kalangan negara Islam, bahwa perlu dicari terobosan baru sebagai solusi untuk mengatasi masalah ekonomi. Yang menarik adalah bahwa solusi tersebut dikembalikan dan dikaitkan dengan ideologi. Konsep ini berangkat dari kesadaran para pemimpin negara Islam bahwa sistem ekonomi penjajah tidak dapat mengatasi masalah. Dalam masalah keuangan, ditemukan terminologi baru bahwa sistem bunga yang ribawi yang dikenalkan oleh penjajah telah menghilangkan baitul māl dalam khasanah kenegaraan, maka kesadaran ini telah mengarahkan pada sistem keuangan yang bebas riba.
Gerakan lembaga keuangan yang bebas riba dengan sistem modern didirikan pada tahun 1969 oleh Abdul Hamid An Maghar di desa Mith Gramer, tepi sungai Nil di Mesir. Meskipun akhirnya ditutup karena masalah manajemen, akan tetapi kelahiran Bank ini telah mengilhami diadakannya Konferensi Ekonomi Islam yang pertama pada tahun 1975 di Mekah. Dua tahun kemudian lahirlah Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB).
Kelahiran IDB merupakan hasil serangkaian kajian yang mendalam dari pakar ekonomi dan keuangan juga dari para ahli hukum Islam. Negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam menjadi motor penggerak berdirinya IDB. Mesirlah yang pertama kali mengusulkan pendiriannya. Pada sidang Menteri Luar Negeri negara anggota OKI di Karachi Pakistan tahun 1970, Mesir mengusulkan perlunya pendirian Bank Islam Dunia. Usulan tersebut ditulis dalam bentuk proposal yang berisi tentang studi pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan pembangunan serta pendirian Federasi Bank Islam. .
Tujuan utama IDB adalah untuk memupuk dan meningkatkan perkembangan ekonomi dan social negara-negara anggota dan masyarakat muslim secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan prinsip syariat Islam. Fungsi utama bank ini berperan serta dalam modal usaha dan bantuan cuma-cuma untuk proyek produksi dan perusahaan disamping memberikan bantuan keuangan bagi negara-negara anggota dalam bentuk lain untuk perkembangan ekonomi dan sosial.
Keberadaan IDB sangat berpengaruh dalam memberikan inspirasi pada pendirian dan perkembangan bank syariah di berbagai negara Islam.Komite ahli IDB kemudian menyusun berbagai peraturan dan perangkat pengawasan, untuk mengakomodasi rencana pendirian bank Syariah tersebut. Secara garis besar, bank Syariah tersebut dibagi menjadi dua, yakni Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank ) dan Lembaga Investasi dalam bentuk International Holding Companies. Pada periode tahun 1970 -an negara Islam telah banyak yang mendirikan lembaga keuangan syariah, seperti Mesir, Sudan, Dubai, Pakistan, Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia pada dekade 1990- an.
Dalam hal ini terdapat prinsip ekonomi untuk mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya dengan modal yang sedikit. Dengan kata lain lembaga mengharapkan hasil usaha, tetapi tidak bersedia menanggung biayanya (al kharaj bi laa dhaman / gaining income without being responsible for any expenses).
Dihadapkan pada prinsip ekonomi tersebut dan tabiat manusia yang tidak mau rugi, maka badan pengelolaan zakat dihadapkan pada dilema asal dana untuk operasionalnya.
Pengurus zakat sendiri, sebagaimana yang telah ditetapkan al qur’an dalam surat at taubah ayat keenam puluh, dinyatakan sebagai salah satu golongan penerima zakat. Prosentase dari zakat tersebut, yang ditujukan untuk amil zakat sering disalah gunakan untuk memperkaya diri.
Dihadapkan pada hal ini, tentu badan pengurus zakat harus mentrasnparankan sirkulasi zakat yang diolahnya untuk menghindari adanya kecurangan dalam managementnya.
BMH adalah salah satu lembaga pengelola dana ZIS Nasional yang memiliki kantor cabang operasional di seluruh Indonesia. Lambaga ini merupakan LAZANAS yang memperoleh Pengukuhan menteri agama dalam SK MENAG No. : 538/2001. Lembaga ini berpusat di Jakarta, tepatnya di Jalan Samali Ujung no. 79B Pejanten Barat Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kegiatan lembaga ini tidak hanya berpusat pada penggalangan dana zakat dan menyalurkannyatetapi juga dalam pembangunan umat.
Tak hanya pada aspek ekonomi, keberadaan lembaga BMH ini juga bergerak di bidang keseharan, pendidikan dan dakwah. Dan melalui program Zakat Tunai, BMH telah mampu mendukung program-program keumatan.

Daftar Kepustakaan
M. Abdul Manan, 1993. Islamic Economic Theory and Practice, Terjemahan M. Nastangin, Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf
Majalah BMH News edisi Maret 2010
Muhammad. 2003, Manajemen Bank Syariah , Yogyakarta, UPP AMP YKPN
Muhammadiyah Ja’far. 1990. Tuntunan Praktis Ibadah Zakat, Puasa dan haji, cet 2. Jakarta : Kalam Mulia
Sahri Muhammad. 2006. Mekanisme Zakat Dan Permodalan Masyarakat Miskin, Pengantar Untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi. Malang : Bahtera Press
Siti Maryam dkk, 2002. Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Suka dan LESFI
Siti Maryam dkk,2002. Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Suka dan LESFI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar