Senin, 25 Oktober 2010

objek pajak dan pemeriksaan di bidang pajak 3

BAB III
Pemeriksaan di Bidang Pajak

Pembahasan mengenai pemeriksaan di bidang pajak atau di bidang perpajakan ini tentu tidak lepas dari hubungan antara subjek pajak atau wajib pajak dengan pejabat pajak atau fiscus. Dan hubungan antara keduanya ini, terikat oleh bagaimana sistem pengenaan pajak yang berlaku. Maka sebagai awal kami akan membahas mengenai sistem pengenaan pajak.
1.Sistem pengenaan pajak
Yang dimaksud dengan sistem pengenaan pajak tidaklah sebatas pada masalah waktu pemungutan pajak saja, melainkan juga mengenai kewenangan dan tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan besarnya utang pajak. Dan dalam perpajakan dikenal beberapa sistem pengenaan pajak sebagai berikut1 :
a.Official Assessement System
Sistem ini merupakan sistem pengenaan pajak yang memberi kewenangan kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-ciri dari sistem ini adalah2 :
1.Wewenang untuk menentukan besar pajak terutang ada pada fiscus,
2.Wajib pajak bersifat pasif,
3.Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya SKP (Surat Keterangan Pajak) oleh fiscus.
Dalam sistem ini, fiscus memiliki peranyang dominan dalam menghitung dan menentukan pajak terutang wajib pajak. Salah satu pajak di Indonesia yang masih menggunakan sistem ini adalah pajak bumi dan bangunan, karena pemerintah masih merasa sulit untuk mengharapkan masyarakat selaku wajib pajak dari PBB mampu memahami dan menghitung sendiri pajaknya3.
b.Self Assessment System
Sistem ini adalah suatu sistem pengenaan pajak dimana kewenangan berada di tangan wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri sistem ini adalah4:
1.Wewenang menentukan besarnya pajak berada pada wajib pajak,
2.Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.
3.Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Sistem ini dijalankan karena wajib pajak dianggap mampu untuk menghitung dan menentukan pajaknya. Dan umumnya subjek pajaknya relatif terbatas. Sistem ini berlaku pada PPh, PPn dan PPnBM.
c.With Holding System
Sistem ini adalah sistem dimana penentu besar pajak terutang wajib pajak bukanlah wajib pajak ataupun fiscus. Dengan kata lain, pihak yang berwewenang adalah pihak diluar pemerintah dan subjek pajak. Penentuan besar pajak yang harus dibayar oleh subjek pajak adalah pihak ketiga. Sistem ini diberlakukan pada pengenaan pajak PPh pasal 21.5
2.Hubungan hukum antara fiscus dan wajib pajak
Hubungan hukum antara fiscus dan wajib pajak ini tercipta dari adanya undang-undang., sehingga tidak diperlukan pendapat dan kesepakatan para pihak, dan tidak ada perjanjian antara pemerintah sebagai fiscus dengan rakyat sebagai wajib pajak atau subjek pajak. Persetujuan rakyat sebagai wajib pajak terjadi dengan mekanisme undang-undang dimana wakil rakyat yang ada di DPR telah memberikan persetujuannya mengenai pengenaan pajak.6
Hubungan hukum tersebut menempatkan para pihak tidak dalam kedudukan sederajat. Kekuasaan dan kewenangan pemerintah selaku fiskus lebih besar dibandingkan dengan rakyat selaku wajib pajak yang menanggung beban pajak. Dalam hubungan hukum ini, pemerintah dilengkapi dengan instrumen hukum publik yang merupakan kewenangan istimewanya. Konsekwensinya adalah fiscus dapat menentukan secara sepihak tanpa menunggu persetujuan dari wajib pajak.7
Karena adanya ketidak seimbangan kedudukan para pihak dalam hukum pajak ini, dan tidak adanya kontreprestasi secara langsung kepada wajib pajak yang membayar pajak, maka terkadang terjadilah tindakan-tindakan perlawanan terhadap pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Adapun yang dimaksud dengan perlawanan terhadap pajak8 ini adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam upaya pemungutan pajak.
Selanjutnya, perlawanan terhadap pajak ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.Perlawanan pasif
Hambatan ini tidak dilakukan wajib pajak secara aktif dan agresif. Hambatan ini erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektualitas dan pendidikan masyarakat dan moral masyarakat juga adanya sistem perpajakan yang tidak bisa dengan mudah diterapkan dalam masyarakat.9 Sebagai contohnya adalah adanya pemanfaatan secara maksimal celah yang ada dalam aturan perpajakan, seperti memaksimalkan alokasi-alokasi biaya yang tidak kena pajak dan lain sebagainya.
2.Perlawanan aktif
Perlawanan aktif ini meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiscus dengan tujuan menghindari pajak. Tindakan yang dilakukan diantaranya adalah berupa : penghindaran diri dari pajak, pengelakan/penyelundupan pajak dan melalaikan pajak.10
3.Pemeriksaan di bidang pajak
3.1pengertian pemeriksaan
Supaya hukum dapat ditegakkan, maka setiap SPT yang telah dilaporkan wajib pajak kepada KPP (kantor Pelayanan Pajak) tempatnya terdaftar harus diteliti atau diperiksa oleh aparat perpajakan. Dalam struktur organisasi Ditjen pajak, yang diberi tugas untuk meneliti atau memeriksa SPT adalah KPP atau KARIPKA (Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak).11
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh fiscus untuk menilai kelengkapan penulisan SPT dan lampiran-lampirannya termasuk memeriksa kebenaran penulisan dan perhitungannya. Objek penelitian ini adalah aspek hukum atau formal yang dilakukan untuk mengetahui wajib pajak telah melanggar ketentuan formal atau tidak, seperti ketepatan penyetoran pajak dan penyerahan SPT, kelengkapan dan kebenaran penulisan SPTnya.12
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan maretial peraturan perundang-undangan. Objek pemeriksaan pajak adalah aspek hukum atau ketentuan material dari SPT WP. Yang diperiksa adalah apakah dasar pengenaan pajaknya adalah sesuai dengan ketentuan atau tidak, tarif pajaknya sudah sesuai atau tidak, perhitungan kreditnya sudah benar atau tidak dan lain sebagainya.13
Pemeriksaan Pajak dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yaitu Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.Dan kualifikasi pemeriksa pajak tertuang dalam Standar Pemeriksaan yaitu pada Standar Umum.
Adapun istilah-istilah yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak terdapat pada peraturan pelaksanaan, yaitu pada 545/KMK.04/2000, SE - 03/PJ.7/2001, SE - 06/PJ.7/2004, SE - 02/PJ.7/2005, KEP - 142/PJ./2005.14 Dan istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut :
1.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan kepada Wajib Pajak di Kantor Unit Pelaksana pemeriksaan pajak yang meliputi satu jenis pajak tertentu pada tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya yang dapat dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Kantor atau Pemeriksaan dengan Korespondensi.
3.Pemeriksaan Sederhana Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengirimkan surat panggilan kepada Wajib Pajak untuk datang ke kantor Dirjen Pajak dan meminjamkan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen.
4.Pemeriksa Pajak adalah PNS dilingkungan DJP atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas wewenang, dan tanggungjawab untuk melaksanakan pemeriksaan dibidang perpajakan
5.Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah kartu yang diterbitkan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak sebagai bukti bahwa pemegang kartu tersebut adalah pemeriksa pajak.
6.Surat Perintah Pemeriksaan Pajak adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan pajak yang diterbitkan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak.
7.Hasil pengelohan data elektronik adalah data yang sifat dan bentuknya elektronik, dihasilkan oleh komputer atau pengolah data elektronik lainnya, disimpan di dalam disket, CD, tape backup, hard disk atau media simpan elektronik lainnya atau data yang masih berada dalam suatu jaringan elektronik.
8.Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir.
9.Pembahasan Akhir Pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.
10.Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
11.Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan terutang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas, dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
12.Bukti permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara
13.Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan
14.Ekstensifikasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan jumlah Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) terdaftar serta untuk menghitung besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahunnnn berjalan dan penyetoran pajak dalam suatu masa pajak.
15.Ruang lingkup pemeriksaan adalah Pemeriksaan Lapangan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL).
16.PSL ekstensifikasi termasuk dalam jenis pemeriksaan rutin untuk tujuan lain, sehingga daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan PSL ekstensifikasi harus dimasukkan ke dalam daftar nominatif pemeriksaan rutin sebagaimana diatur dalam kebijakan pemeriksaan yang berlaku.
17.Daftar nominatif adalah daftar usulan pemeriksaan mengenai daftar nama WP yang akan dilakukan pemeriksaan beserta alasan dilakukannya pemeriksaan yang diusulkan, dibuat dan diajukan oleh KPP, KP4, Karikpa, Kanwil atau KP DJP kepada Direktorat P4.
Dan jenis-jenis pemeriksaan15 di bidang pajak adalah sebagai berikut :
1.Pemeriksaan rutin,
2.Pemeriksaan kriteria seleksi
3.Pemeriksaan khusus
4.Pemeriksaan wajib pajak lokasi
5.Pemeriksaan tahun berjalan
6.Pemeriksaan bukti berjalan

3.2 Standart pemeriksaan di bidang pajak
Standar Umum yaitu standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pekerjaannya. Standar ini terdiri atas :
1.telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama;
2.jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan
3.taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.
4.Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.16 
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
1.pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
2.luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan Pemeriksaan;
3.temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
4.Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim;
5.Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti peterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;
6.apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
7.Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
8.Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
9.pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan17
10.Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
Standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:18
1.Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas,
2. memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan,
3.memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan
4.memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai: Penugasan Pemeriksaan; Identitas Wajib Pajak; Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak; Pemenuhan kewajiban perpajakan; Data/informasi yang tersedia; Buku dan dokumen yang dipinjam; Materi yang diperiksa; Uraian hasil Pemeriksaan; Ikhtisar hasil Pemeriksaan; Penghitungan pajak terutang; Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.

3.3Dasar pemeriksaan pajak19
Pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak dilakukan atas  Instruksi dari 1) Kantor Pusat Pajak (Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak / Direktorat pemeriksaan dan Penagihan); dan 2) Kantor Wilayah Pajak, yang dilakukan berdasarkan:
Usulan dari KPP / Karikpa
Analisa Potensi
Informasi
Laporan / Pengaduan
Bentuk-bentuk Intruksi dari Kantor Pusat kepada KPP / Karikpa antara lain:
Pemeriksaan Khusus (Beberapa atau satu jenis pajak)
Pemeriksaan Kriteria Seleksi (Seluruh jenis pajak)
Bukti Permulaan (Semua jenis pajak, Beberapa jenis, dan satu jenis pajak)
Tujuan lain
Bentuk-bentuk Instruksi dari Kantor Wilayah kepada KPP / Karikpa antara lain:
Pemeriksaan Rutin (Semua jenis pajak, Beberapa jenis, dan satu jenis pajak)
Pemeriksaan Khusus (Beberapa atau satu jenis pajak)
Pemeriksaan Kriteria Seleksi (Seluruh jenis pajak)
Bukti Permulaan (Semua jenis pajak, Beberapa jenis, dan satu jenis pajak)
Tujuan lain
Dasar hukum pemeriksaan pajak20:
Pasal 29 dan 44 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1994 Tanggal 23 Desember 1994 Tentang Pencabutan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1983 tentang Pendaftaran, Pemberian NPWP, Penyampaian SPT dan Persyaratan Pengajuan Keberatan dan atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KMK Nomor 625/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KMK Nomor 545/KMK.04/2000 Tanggal 22 Desember 2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KEP - 01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 Tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
KEP - 18/PJ/1995 Tanggal 23 Februari 1995 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KEP - 137/PJ./1999 Tanggal 18 Juni 1999 Tentang Sistem Kriteria Seleksi SPT Untuk Diperiksa
SE - 11/PJ.7/1994 Tanggal 19 Agustus 1994 Tentang Pemeriksaan Keterkaitan
SE - 07/PJ.7/1995 Tanggal 31 Maret 1995 Tentang Kerahahasiaan Bank Dalam Kaitannya Dengan Pemeriksaan Pajak
SE - 14/PJ.7/1995 Tanggal 15 Agustus 1995 Tentang Penegasan Pemeriksaan Keterkaitan
SE - 02/PJ.7/1996 Tanggal 14 Februari 1996 Tentang Penegasan dan Penyempurnaan Ketentuan Pemeriksaan Rutin
SE - 03/PJ.7/1996, 7 Maret 1996 Tentang Pemeriksaan Khusus
SE - 18/PJ.7/1996 Tanggal 24 Oktober 1996 Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Dalam Rangka Ekstensifikasi Wajib Pajak
SE - 02/PJ.7/1997 Tanggal 7 Februari 1997 Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan PPN dan PPn BM Terhadap  Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran
SE - 12/PJ.73/1997 Tanggal 26 September 1997 Tentang Penegasan atas Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
SE - 01/PJ.7/1998 Tanggal 30 Maret 1998 Tentang Pemeriksaan Ulang
SE - 04/PJ.7/1998 Tanggal 15 Juni 1998 Tentang Penegasan Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
SE - 06/PJ.7/1998 Tanggal 3 Juli 1998 Tentang Pencabutan Ketentuan Tentang Pemeriksaan
SE - 07/PJ.7/1998 Tanggal 28 Juli 1998 Tentang Penegasan Kebijaksanaan Pemeriksaan
SE - 09/PJ.7/1998 Tanggal 28 Agustus 1998 Tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pemeriksaan/Penyelesaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan Yang Menyatakan Lebih Bayar
SE - 11/PJ.7/1998 Tanggal 19 Oktober 1998 tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Terhadap Wajib Pajak Yang Tempat Terdaftarnya Berpindah dari KPP Tempat Wajib Pajak Semula Terdaftar ke KPP Lainnya
SE - 06/PJ.7/1999 Tanggal 11 Agustus 1999 Tentang Perlakuan dan Pendekatan Pemeriksaan Terhadap Golongan Wajib Pajak Serta Penerapan Teknik Sampling Dalam Pemeriksaan Pajak.
SE - 6/PJ.5/1985 Tanggal 20 Nopember 1985 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
SE - 04/PJ.43/2000 Tanggal 8 Maret 2000 Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Atas Wajib Pajak Yang Telah Mendapat Izin Pemusatan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21
SE - 04/PJ.7/2000 Tanggal 12 April 2000 Tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Tahun 2000
SE - 04/PJ.5/1986 Tanggal 25 April 1986 Tentang Penjelasan Tentang Bukti Permulaan Adanya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
SE - 07/PJ.7/2000 Tanggal 17 Juli 2000 Tentang Implementasi Rencana dan Strategi Pemeriksaan Pajak
SE - 10/PJ.7/2000 Tanggal 13 Oktober 2000 Tentang Penegasan Kebijaksanaan Pemeriksaan Tahun 2000
SE - 06/PJ.7/2002 tentang Pemeriksaan oleh Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
SE - 07/PJ.7/2002 tentang Penegasan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atas Penghapusan NPWP/NPPKP karena perubahan tempat terdaftar.
SE - 03/PJ.7/2001 tentang Kebijakan Pemeriksaan ( Seri Pemeriksaan 01-01)
SE - 01/PJ.7/2003' Tanggal 1 April 2003 Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak (Seri Pemeriksaan 01-03).
SE - 02/PJ.7/2003 Tanggal 30 April 2003 Tentang Masa Transisi Penerapan SE - 01/PJ.7/2003
SE - 05/PJ.7/2003 Tanggal 26 September 2003 Tentang Beberapa Penegasan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
SE - 06/PJ.7/2004 Tanggal 6 Agustus 2004 Tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan Dalam Rangka Ekstensifikasi Wajib Pajak.
SE - 02/PJ.7/2005 Tanggal 31 Maret 2005 Tentang Kebijakan Pemeriksaan Berdasar Kriteria Seleksi
KEP - 142/PJ./2005 Tanggal 31 Agustus 2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-01/PJ.7/2003. tanggal 01 April 2003 tentang Kebijakan pemeriksaan pajak Junto SE-05/PJ.7/2003 tanggal 26 September 2003 tentang Beberapa penegasan kebijakan pemeriksaan pajak21
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-02/PJ.7/2005
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ.7/2005
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.7/2005
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-05/PJ.7/2005
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-07/PJ.7/2005
3.4Tujuan pemeriksaan pajak22
Diadakannya pemeriksaan pajak oleh fiscus kepada wajib pajak memiliki tujuan tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan pajak. Dan tujuan-tujuan tersebut adalah :
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
1.SPT lebih bayar dan atau rugi.
2.SPT tidak atau terlambat disampaikan.
3.SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.
4.Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf.
5.Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf
2. Tujuan lain, yaitu:
1.Pemberian NPWP (secara jabatan)
2.Penghapusan NPWP.
3.Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan PKP
4.Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding .
5.Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
6.Pencocokan data dan atau alat keterangan.
7.Penentuan Wajib Pajak berlokasi di tempat terpencil .
8.Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
9.Tujuan lain selain a s/d g.
3.5 Wewenang pemeriksa pajak23
Berdasarkan Pasal 12 Kep. Menkeu No. 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang "Tata Cara Pemeriksaan Pajak", diatur bahwa dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor, pemeriksa memang berwenang untuk :
a.memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya;
b.meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa;
c.memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut,
d.melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan;
e.meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.
Dengan demikian bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang dapat menghitung penghasilan neto-nya dengan menggunakan norma penghitungan Cfm Kep. Ditjen Pajak No. KEP-536/PJ./2000 yang sedang diperiksa, harus memperlihatkan segala dokumen  (yang dibutuhkan oleh pemeriksa pajak) yang berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan pemeriksaan pajak, sesuai dengan ketentuan Kep. Menkeu tersebut diatas. 

3.6 Kewenangan wajib pajak dalam pemeriksaan pajak24
Dalam pemeriksaan pajak, tidak hanya terdapat kewenangan pada fiscus saja, melainkan juga pada wajib pajak. Berikut hak wajib pajak apabila dilakukan pemeriksaan :
1.Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa
2.Meminta tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
3.Menolak untuk diperiksa apabila Pemeriksa tidak dapat menunjukan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan
4.Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan
5.Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak
6.Meminta rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terhadap SPT yang telah disampaikan
7.Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak
lain yang tidak berhak Memperoleh lembarAsli Berita Acara Penyegelan apabila Pemeriksa Pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu.
Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
1.Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.
2.Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
3.Memberi keterangan yang diperlukan
3.7Langkah-langkah pemeriksaan pajak25
Langkah-langkah pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:
Penerbitan SP3 (surat perintah pemeriksaan pajak)
Penerbitan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak
Temui Wajib Pajak, serahkan administrasi SP3 lalu lakukan pemeriksaan dokumen pajak
Melakukan pemanggilan terhadap Wajib Pajak bilamana diperlukan adanya permintaan keterangan
Membuat kertas kerja pemeriksaan (KKP), bisa beberapa kali dan bisa diverifikasi kepada WP
Buat draft Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) ditujukan  kepada Kepala Kantor Pemeriksaan Pajak
Jika disetujui diterbitkan draft  SPHP (surat pemberitahuan hasil pemeriksaan)
Jika mendapat tanggapan dari wajib pajak secara tertulis dilakukan pembahasan dan apabila pembahasan dianggap clear maka pemeriksaan di anggap selesai.
KKP merupakan lembaran kerja petugas pemeriksa pajak dan hanya untuk kepentingan dinas pajak saja sehingga tidak boleh diserahkan kepada wajib pajak.
Pemeriksa pajak tidak boleh melakukan negosiasi dengan wajib pajak dalam hal mengenai jumlah besaran pajak. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Pasal 3 angka 1 huruf f,  tetapi,  Negosiasi  dalam arti adu argumentasi sesuai peraturan yang berlaku diperbolehkan bilamana dilakukan dalam forum pembahasan setelah wajib pajak mengajukan sanggahan atas temuan pemeriksaan dalam SPHP secara tertulis dan mengajukan bukti.

1 komentar: