Risalah adam untuk hawa
Hawa...
Adalah kebangganku dapat menyuntingmu dan menjadikanmu pendamping hidupku. Engkau ada dengan kesetiaan dan kesabaranmu menghadapi dan mendukungku. Adalah sebuah kesyukuran yang sangat bagiku Allah menjadikanmu teman dalam perjalanan panjangku.
Hawa...
Melihat besar khidmah yang engkau lakukan kepadaku, loyalitas yang tanpa batas, hangat kasih yang engkau tebarkan dalam rumahku, senyum yang engkau suguhkan kala galau dan lelahku... aku merasa tak bisa memberi yang sepadan padamu.
Hawa...
Inilah aku, apa adanya aku. Kurang dan lebihku. Bukan insan yang tanpa cacat dan cela. Engkau menerimaku dengan utuh. Dengan kesabaran dan kebesaran hatimu. Aku merasa aman bersamamu. Benarlah bila dalam fiqh dikatakan engkau adalah rumah bagi suamimu.
Hawa...
Lisan ini yang pernah mencacimu, tangan ini yang pernah terayun kearahmu, ego ini yang pernah menolak cacatmu... Banyak salahku padamu. Kewajiban yang tak jarang ku lalaikan tanpa sengaja... engkau tidak pergi dariku, hanya merajuk dan menangis lalu kembali tersenyum.
Hawa...
Lisan yang selalu kau jaga tidak untuk mencaci suamimu, bibir yang selalu berhiaskan senyum kala menghadapiku meski hatimu menangis, tangan yang terangkat dalam doa yang tak pernah lupa menyebut namaku... begitu banyak nikmatNya yang terlimpah padaku melalui adamu. Apa aku termasuk dalam golongan hambaMu yang kufur terhadap nikmatMu ya Allah..?
Hawa...
Sejuk rasa hatiku saat engkau memujiku dan menutupi kurangku dihadapan anak-anakku. Bangganya aku saat engkau membanggakan aku diantara kaummu. Meski aku sadar, aku tak pernah sesempurna yang engkau tuturkan kepada dunia. Aku tidak pernah berlaku sedemikian padamu.
Hawa...
Banyak yang aku tanyakan pada diriku sendiri... Kala engkau lalai, pernahkah aku menegurmu dan membimbingmu kembali? Kala engkau merasa sakit oleh sikapku, pernahkah aku langsung merawatnya dan mengobatinya hingga ia tak bernanah? Dalam posisi cela sempurnamu, sudahkah aku menjadi imammu yang adil dan bijaksana?
Hawa...
Mahligai yang kita bangun bersama dengan saling mengingatkan dan saling melengkapi dengan baluran ketakwaan untuk menegakkan ajaran dan tuntunanNya bukanlah bahtera tanpa badai, tapi kekuatan yang engkau berikan untuk menghadapinyalah yang membuatku kuat dan mampu bangkit untuk tidak kalah pada godaan dunia yang ingin ia rapuh.
Dinda...
Terima kasih untuk banyaknya cinta yang engkau limpahkan. Terima kasih untuk banyaknya kesabaran yang engkau tunjukkan dalam menghadapi dan mendampingiku. Terima kasih untuk ketaatan yang engkau berikan padaku. Maafkan aku yang sering menumpahkan air matamu tanpa mengusapnya. Maafkan aku yang tak jarang menyakiti hatimu tanpa ingat untuk segera membalut dan mengobati lukamu.. terima kasih dindaku untuk pengabdianmu..
"Robbanaa Hablanaa Min Azwajinaa Wa Zurriiaatinaa Qurrota A'yun Waj A'lna lilmuttaqiina Imaamaa"
BalasHapus