Senin, 23 Mei 2011

menangislah kalau itu membuatmu lega

Akhir-akhir ini Azka sering melamun. Syarif memperhatikan adik satu-satunya itu sesekali memandang jauh kemana tak tentu arah. Demikian juga bunda, ia bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan putrinya ini.

'Apa yang sedang engkau risaukan sayang...?'

Bunda cukup mengenal buah hatinya. Azka sedang ada suatu hal yang dipikirkan dengan sangat. Tak semua hal selalu disampaikan pada bunda, dan baginya tak semua hal mudah untuk dibagi. Pun bunda tak ingin memaksa putrinya itu untuk menceritakan permasalahannya padanya. Apapun itu. Tapi bila melihat keadaan putrinya seperti itu, bunda mana yang tidak akan kuatir.

Kemaren wali kelas Azka berkunjung ke rumah Azka dan menceritakan kondisi Azka yang beberapa ini dinilai kurang konsentrasi dan tidak memperhatikan penjelasan guru-gurunya. Raut mukanya juga terlihat sedih.

Malam itu Syarif mengunjungi kamar adiknya. Memang kamar ini selalu rapi, tapi kali ini terasa murung.

"Assalamualaikum" Syarif menyapa adiknya yang duduk bersandar pada kusen jendela.

"Waalaikum salam mas"

"adhe kenapa? ko kayaknya sedih gitu..."

"perasaan, mas udah ngembalikan boneka teddy adhe..."Syarif mencoba memancing komunikasi dengan adiknya.

hening. Azka tak berkata apapun. no reaction.

"hei...." Syarif tidak bisa lagi menutupi rasa sedih dan prihatinnya. Ia mengelus lengan adiknya, mencoba menguatkan.

"mas, bisa berbalik?"

syarif terkejut sejenak lalu membalikkan tubuhnya, membelakangi sang adik. Azka mendekap kakaknya dari belakang, tangisnya bagai tak terbendung lagi. tak hanya terisak, kini ia meraung.

Bunda terkejut dan segera menuju kamar Azka. Mendapati kedua anaknya disana, memandang Azka dan Syarif, bunda segera memeluk Azka.

"Sayang, kenapa...?" bunda tak lagi bisa menyimpan kecemasannya. Ia tak mau putrinya sakit lagi.

Syarif berbalik dan memandang adiknya yang bermuka basah. Sesak tiba-tiba menyumbat aliran nafasnya. 'Ya Allah, kuatkan adikku tersayang ini, lindungi ia Ya Rabb...'

setelah Azka cukup tenang, ia kembali tersenyum dan kemudian tertawa.

"ah, adhe ini terlalu ceria menutupi semua sedih hati adhe.... kenapa nggak berusaha berbagi?"

"Apa adhe nggak bisa percaya sama mas?"

Azka menggeleng. "Justru kalau Azka cerita, malah rasanya tambah sedih mas."

Syarif menggeleng. Kadang adiknya ini memang terlalu keras kepala.

"Bunda, apa Azka punya salah ya sama Deo? kalo Azka nyapa Deo, Deo nggak menjawabnya. Kalo Azka pingin bantu, Deo nggak menanggapi. Apa mungkin Azka terlalu mengganggu Deo ya bun?"

"Mungkin deo sedang sibuk. siapa tau dia juga sedang punya masalah. Bunda juga nggak tau."

"Azka sedih bunda. Deo sering seperti itu. Kenapa kalo seandainya Azka ini mengganggu Deo, Deo ko nggak bilang langsung sama Azka? Biar Azka tau, dimana salah Azka."

"Sayang, terkadang kamu ini terlalu peka pada orang lain, terlalu peduli. bisa jadi, Deo nggak marah ma Azka, tapi Azka pikir Deo marah sama Azka." bunda mencoba menghibur.

"Bunda tau nggak, Deo kayak gitu udah lama banget lho bun... Azka mencoba bersabar bun... tapi akhirnya Azka nggak tahan juga bun dibegituin."

Syarif menyimak cerita sang adik. dalam hati, kemarahan lahir secara perlahan. 'Deo, beraninya kamu berbuat begitu sama Azka!'

"emang udah berapa lama sih sayang?"

"Dua tahun, mungkin juga lebih bunda...."

Astaghfirullah. Ada apa ini? Apakah ini karena perbedaan karakter mereka? meski hanya berteman, Azka mengganggap teman-temannya sebagai saudara. Rasa sosialitas dan solidaritasnya cukup tinggi, padahal ia masih kecil. Kamu? apakah kamu pernah memperhatikan orang-orang disekitarmu? memperhatikan perasaan mereka? rasanya aku malu, aku hanya memperhatikan diriku sendiri....

bunda sedikit terkejut. menurutnya semua baik-baik saja. Azka juga selalu cerita tentang Deo, seolah tak ada masalah yang terjadi diantara mereka.

"Sayang, temen Azka kan nggak cuma Deo, banyak yang lainnya kan...? bunda nggak mau azka sakit karena terlalu memikirkan hal ini."

"gimana nggak kepikiran bunda...?"

"untuk sementara, Azka nggak usah mengusik Deo dulu. Azka simpan semua hal yang mengingatkan pada Deo. nanti juga semuanya akan baik-baik lagi." Bunda tersenyum, mencoba meyakinkan putrinya.

Syarif beranjak keluar kamar Azka. Bunda dan Azka berpandangan, heran. tak berapa lama kemudian ia kembali dengan sebuah kotak.

"Ayo mas bantu." Syarif menyemangati adiknya. Azka tersenyum dan menerima kotak yang disodorkan oleh kakanya. Azka mulai memilah pernak-pernik dikamarnya dan memasukkannya ke dalam kardus.

"Mas Syarif, bunda nggak mau mas buat masalah sama Deo. bunda nggak mau Azka tambah sedih." bunda mengingatkan putranya. ia tahu, Syarif sangat sayang pada adiknya itu. dan tentu saja ia takkan terima kalau ada yang membuat Azka sedih. Syarif memahami posisinya sebagai seorang kakak yang harus menjaga dan melindungi adiknya itu.



"semoga sedih itu segera menguap... dan tak tersisa."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar