Prolog
“Bunda, kenapa dalam cerita bunda, Anisa bisa masuk surga, padahal dia ga sering puasa kayak bunda. Bahkan dia sholatnya nggak tepat waktu kayak azka bun?”
Bunda tersenyum, lalu mengecup lembut kening putrinya yang cerdas. Sejenak dipandangnya muka lucu sang putri.
“Karena dia banyak melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi siapapun yang ada di sekitarnya. Dia baik. Meski cantik, dia rendah hati. Dia cerdas, tapi dengan kecerdasannya itu, tidak ada rasa sombong di hatinya. Cantik parasnya, cantik pula hatinya sayang. Sholatnya yang tidak tepat waktu itu tidak bisa dibilang hal yang baik, Azka tidak boleh seperti itu. Tapi ketaatannya pada Allah dan keelokan hatinya yang harus dicontoh sayang. “
Azka mengangguk, logikanya menerima penjelasan sang bunda. Ditariknya tangan bunda dan di dekatkannya bibirnya pada telinga bunda.
“Bunda, Azka juga akan menjadi anak yang baik seperti anisa. Azka juga akan sayang sama Allah, sama bunda, sama ayah dan sama mas Syarif. sama siapapun juga Azka akan sayang. Azka mau masuk surga bun. Kalau Azka disurga, Azka akan mengajak bunda ke surga juga nanti.”
Sejenak bunda tercenung oleh ungkapan buah hatinya. Meski baru empat tahun, tapi kata-kata itu lebih dari sejuknya guyuran air hujan pertama setelah musim kemarau. Ditariknya Azka dalam dekapannya.
“Bunda akan selalu mendoakan Azka dan mas Syarif supaya jadi anak yang sholeh, dan menjadi zahratul firdaus.” Air mata haru sang bunda merebak sambil dipeluknya sang buah hati yang cerdas dan sholehah. ‘Ya Allah, Ya Rabbku... lindungi kedua permata hatiku. Jadikan mereka hamba-hambaMu yang khusnul khotimah.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar