2.4 Franchise dalam perspektif hukum islam
Dengan meneliti format dan konsep bisnis waralaba, dapat kita ambil kesimpulan bahwa keberadaan waralaba dewasa ini merupakan akibat dari perkembangan ekonomi dalam hal transaksi bisnis. Bisnis ini dilakukan oleh dua pihak yang berakad, baik berupa badan usaha maupun perorangan sebagai subyek hukumnya. Kekhasan dalam sistem ini terletak pada obyek perjanjian atau kontrak yang berupa hak kekayaan intelektual (HAKI). Yang hukumnya dalam fikih muamalah adalah mubah atau boleh. Dan kebolehan ini terjadi selama tidak ada unsur keharaman dalam obyeknya. Baik dari segi dzat (lidzatihi) maupun nondzatnya (lighairihi). Dan selama tidah bertentangan dengan akad syariah dan asas-asasnya.
Obyek dalam akad ini adalah hak kekayaan intelektual yang bisa dikategorikan ke dalam benda (‘ain) dan format bisnis yang terkategori dalam perbuatan (fi’il). Meskipun keduanya tak terpisahkan tetapi tetap saja tidak menggugurkan keberlakuan asas-asas dan prinsip muamalah dalam islam.
Dalam hal ini,prinsip bisnis yang digunakan adalah ijarah (sewa-menyewa). Franchisor adalah pemilik hak atas kekayaan intelektual yang dijadikan obyek akad. Dan pemanfaatannya oleh franchisee akan dikenai suatu kompensasi yang berupa pembayaran sejumlah uang sebagai imbalannya. Dalam ijarah, kompensasi tersebut dapat diberikan secara tunai (naqdan) atau tangguh (mu’ajjal). Mengenai jumlah imbalan, selain dapat diketahui dengan perkiraan dapat pula diketahui dari hasil penjualan produk (royalty).
Dari analisis yang kami temukan, akad dalam bisnis waralaba dapat berupa akad berbentuk ijarah, berprinsip tijarah dalam penjualan barang yang dikelola dan dipasarkan oleh penerima waralaba, dan dapat bersistim mudhorobah atau bagi hasil sehingga ia berhak menerima nisbah dari investasinya atau menanggung resiko finansial atas modal yang disertakannya.
Dalam sistem bisnis waralaba islami diperlukan sistem syariah sebagai pembatas atau filter-nya, dengan tujuan menghindari penyimpangan moral bisnis ( moral hazard ). Filter tersebut adalah menjauhi pantangan yang tujuh atau yang disebut dengan MAGHRIB . Maghrib disini adalah berupa :
a. Maysir
b. Asusila
c. Gharar
d. Haram
e. Riba
f. Ikhtikar atau pemonopolian
g. Berbahaya
Wanita diciptakan dengan kelembutan dan kasih sayang. lemah tapi tegar.Dimuliakan oleh Allah,dan disayangi oleh Rasulullah SAW.Diciptakan dari tulang rusuk adam,yang dekat dengan hati untuk dikasihi dan dicintai,dekat dengan tangan untuk dijaga dan dilindungi.Maka.... berbahagialah kamu wahai kaum wanita
Jumat, 30 April 2010
aspek hukum dalam kontrak waralaba
2.3 Aspek hukum dalam perjanjian franchise
Sesungguhnya aspek hukum yang paling pokok dalam bisnis franchise ini adalah aspek hukum perjanjian. Namun demikian terdapat beberapa aspek yang timbul dari perjanjian bisnis ini.
a. Hak cipta, paten dan merek
Di Indonesia masalah logo/desain/merek ini diatur dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang diperbarui dengan Undang-undang nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan Undang-undang nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang menggantikan Undang-undang nomor 21 Tahun 1961 dan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten. Kesemua perundangan ini dapat dijadikan dasar bagi usaha bisnis Franchise dalam rangka memberi perlindungan terhadap bisnis ini dari pihak ketiga yang dapat merugikan pemilik bisnis ini.
b. Aspek hukum ketenagakerjaan
Hubungan antara franchisee dan franchisor dalam bisnis ini adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha yang diatur dalam perjanjian kerja. Dalam hal ini franchisor dapat dianggap sebagai pemimpin perusahaan atau pengusaha dan franchisee sebagai tenaga kerja.
Tentang kesepakatan kerja dalam kontrak tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-2/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Demikian pula hal-hal yang menyangkut ketenagakerjaan, seperti masalah pembinaan profesionalisme pekerja ( Pasal 8 UU no. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dan PP no.71 tahun 1991 tentang Latihan Kerja), masalah pembinaan dan perlindungan kerja ( Pasal 9 dan 10 UU no. 14 Tahun 1969), masalah hubungan ketenagakerjaan ( Pasal 11 s/d 15 UU no 14 Tahun 1969, Kepmen no. 382/1992, UU no 21 Tahun 1954, UU no 7 Tahun 1963, Pasal 6 UU no 22 Tahun 1957, UU no. 3 Tahun 1992, PP no. 14 tahun 1993), dan masalah pengawasan ketenagakerjaan ( UU no.3 Tahun 1951 dan pasal 16 UU no 14 Tahun 1969).
c. Aspek hukum perpajakan
Hubungan bisnis franchise merupakan hubungan hukum uyang memiliki potensi fiskal sehingga hubungan ini menjadi obyek kena pajak. Hal ini adalah konsekwensi dari prinsip hukum perpajakan yang menerapkan asas yang menegakkan bahwa semua perjanjian niaga berpotensi fiskal. Aturan pajak yang berhubungan dengan franchise adalah UU no 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, UU no. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai atau Barang Mewah, PP no. 75 Tahun 1991 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar, dan Keputusan Menteri Keuangan RI no. 1289/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar.
Sesungguhnya aspek hukum yang paling pokok dalam bisnis franchise ini adalah aspek hukum perjanjian. Namun demikian terdapat beberapa aspek yang timbul dari perjanjian bisnis ini.
a. Hak cipta, paten dan merek
Di Indonesia masalah logo/desain/merek ini diatur dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang diperbarui dengan Undang-undang nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan Undang-undang nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang menggantikan Undang-undang nomor 21 Tahun 1961 dan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten. Kesemua perundangan ini dapat dijadikan dasar bagi usaha bisnis Franchise dalam rangka memberi perlindungan terhadap bisnis ini dari pihak ketiga yang dapat merugikan pemilik bisnis ini.
b. Aspek hukum ketenagakerjaan
Hubungan antara franchisee dan franchisor dalam bisnis ini adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha yang diatur dalam perjanjian kerja. Dalam hal ini franchisor dapat dianggap sebagai pemimpin perusahaan atau pengusaha dan franchisee sebagai tenaga kerja.
Tentang kesepakatan kerja dalam kontrak tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-2/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Demikian pula hal-hal yang menyangkut ketenagakerjaan, seperti masalah pembinaan profesionalisme pekerja ( Pasal 8 UU no. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dan PP no.71 tahun 1991 tentang Latihan Kerja), masalah pembinaan dan perlindungan kerja ( Pasal 9 dan 10 UU no. 14 Tahun 1969), masalah hubungan ketenagakerjaan ( Pasal 11 s/d 15 UU no 14 Tahun 1969, Kepmen no. 382/1992, UU no 21 Tahun 1954, UU no 7 Tahun 1963, Pasal 6 UU no 22 Tahun 1957, UU no. 3 Tahun 1992, PP no. 14 tahun 1993), dan masalah pengawasan ketenagakerjaan ( UU no.3 Tahun 1951 dan pasal 16 UU no 14 Tahun 1969).
c. Aspek hukum perpajakan
Hubungan bisnis franchise merupakan hubungan hukum uyang memiliki potensi fiskal sehingga hubungan ini menjadi obyek kena pajak. Hal ini adalah konsekwensi dari prinsip hukum perpajakan yang menerapkan asas yang menegakkan bahwa semua perjanjian niaga berpotensi fiskal. Aturan pajak yang berhubungan dengan franchise adalah UU no 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, UU no. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai atau Barang Mewah, PP no. 75 Tahun 1991 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar, dan Keputusan Menteri Keuangan RI no. 1289/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar.
kontrak waralaba
2. Kontrak franchise (waralaba)
2.1 asas hukum kontrak umum dan islam
Dalam melakukan perjanjian atau kontrak, selain harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada, diharuskan juga mengikuti asas-asas dalam perjanjian yang ada. Secara umum , asas tersebut adalah :
1. asas kebebasan berkontrak, yang diatur dalam pasal 1338 KUHPer.
2. Asas kesepakatan atau konsensual
3. Asas itikad baik
4. Asas kekuatan mengikat ( pacta sunt servanda )
5. Asas berlakunya perjanjian
6. Asas kepatutan dan kebiasaan
Dalam perkembangan perekonomian dewasa ini, pengaruh Islam dalam perkembangan perekonomian tidak dapat dipandang sebelah mata. Islam yang merupakan agama yang lengkap dan sempurna mengatur kehidupan umatnya secara kompleks. Baik dari peribadatan hingga urusan kenegaraan dan perekonomian. Dalam hal perekonomian Islam memiliki ketentuan tersendiri bagi umatnya, yang bersumber pada Al-Qur’an dan As sunnah.
Asas dalam perikatan Islam adalah :
1. Asas ilahiyyah
2. Asas kebebasan
3. Asas persamaan atau penyetaraan
4. Asas keadilan
5. Asas kerelaan
6. Asas kejujuran dan kebenaran
7. Asas tertulis
2.2 Bentuk dan substansi (klausul) kontrak franchise
Lahirnya suatu kontrak menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang berupa hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hukum dari suatu kontrak. Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya adalah pelaksanaan dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam kontrak tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan atau diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.
Tentang hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isi perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tantang waralaba dan Pasal 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba, telah ditentukan bahwa bentuk perjanjian waralaba adalah dalam bentuk tertulis . Perjanjian ini dibuat dengan bahasa Indonesia dan berlaku di dalamnya hukum Indonesia. Salim menyatakan bahwa yang harus disampaikan oleh pemilik waralaba kepada penerima waralaba adalah :
a. Identitas pemberi waralaba, berikut keterangan usaha dan neraca serta daftar untung ruginya selama minimal dua tahun terakhir.
b. Hak atas kekayaan intelektual,yang menjadi obyek waralaba.
c. Persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba.
d. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik waralaba kepada penerima waralaba.
e. Hak dan kewajiban pemilik waralaba dan penerima waralaba.
f. Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perjanjian waralaba.
g. Hal-hal lain yang harus diketahui penerima waralaba dalam rangka melaksanakan perjanjian waralaba. (Pasal 5 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba)
Berdasarkan PP no. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, dinyatakan klausul yang seharusnya ada dalam kontrak waralaba adalah :
a. Obyek waralaba
b. Perlindungan terhadapa hak kekayaan intelektual yang menjadi obyek perjanjian
c. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba
d. Hak dan kewaiban pemberi dan penerima waralaba
e. Pengakhiran, pembatalan, dan perpanjangan kontrak waralaba
f. Klausul persyaratan local content (mengutamakan barang atau produk dalam negeri)
g. Standart mutu produk
h. Pembinaan atau bimbingan dan pelatihan oleh pemberi kepada penerima waralaba
i. Tempat usaha dan wilayah waralaba
Dalam Pasal 7 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba telah ditentukan hal-hal yang harus termuat dalam perjanjian franchise atau waralaba sebagai berikut :
a. Nama, alamat, dan tempat kedudukan masing-masing pihak.
b. Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang menandatangani perjanjian.
c. Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha.
d. Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada penerima waralaba.
e. Wilayah pemasaran
f. Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian beserta syarat-syaratnya.
g. Cara penyelesaian persengketaan.
h. Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian atau berakhirnya perjanjian.
i. Ganti rugi dalam hal pemutusan perjanjian.
j. Tata cara pembayaran imbalan.
k. Penggunaan barang atau bahan hasil pengolahan industri dalam negeri yang dihasilkan dan dipasok oleh pengusaha kecil.
l. Pembinaan, pelatihan dan pembimbingan kepada penerima waralaba.
Bila dilakukan identifikasi terhadap pokok-pokok materi yang terkandung dalam kontrak waralaba, dapat kita temukan klausul-klausu pokok sebagai berikut :
a. Obyek yang di-franchise-kan.
b. Tempat berbisnis
c. Wilayah franchise
d. Sewa guna
e. Pelatihan dan bantuan teknik dari franchisor.
f. Standart operasional
g. Pertimbangan-pertimbangan keuangan
h. Klausula-klausula kerahasiaan
i. Klausula-klausula yang membatasi persaingan
j. Pertanggungjawaban
k. Pengiklanan dan strategi pemasaran
l. Penetapan harga dan pembelian-pembelian
m. Status badan usaha atau perusahaan
n. Hak untuk menggunakan nama dan merek dagang
o. Masa berlaku dan kemungkinan pembaharuan atau perpanjangan kontrak
p. Pengakhiran perjanjian
q. Penafsiran terhadap perjanjian
r. Pilihan hukum dan forum.
Sifat perjanjian franchise adalah sebagai berikut :
a. Suatu perjanjian dikuatkan oleh hukum (legal agreement)
b. Memberi kemungkinan pada pewaralaba/franchisor tetap memiliki hak atas nama dagang atau merek dagang, format atau pola usaha, dan hal-hal khusus yang digunakan untuk mengembangkan usaha tersebut.
c. Memberi kemungkinan pewaralaba atau franchisor untuk mengendalikan sistem usaha yang dilisensikan.
d. Hak, kewajiban, dan tugas masing-masing pihak dapat diterima pewaralaba/franchisor.
Dalam seminar yang diadakan oleh IPPM ( Institut Pengembangan dan Pembinaan Manajemen), ditentukan hal-hal yang harus dimuat dalam perjanjian franchise adalah sebagai berikut :
a. Hak yang diberikan oleh franchisor pada franchisee, yang meliputi penggunaan metode atau resep khusus, penggunaan merek dan nama dagang, jangka waktu hak tersebut dan perpanjangannya, wilayah kegiatan dan hak lain yang berhubungan dengan pembelian kebutuhan operasi bila ada.
b. Kewajiban dari penerima waralaba (franchisee) sebagai imbalan atas hak yang diterima dan sebagai imbalan kegiatan yang dilakukan franchisor saat memulai usaha maupun selama menjadi anggota sistem waralaba.
c. Hak yang berkaitan dengan penjualan hak waralaba kepada pihak lain, apabila penerima waralaba tidak berkenan melanjutkan sendiri usaha tersebut.
d. Hak yang berkaitan dengan pengakhiran kesepakatan kerjasama.
2.1 asas hukum kontrak umum dan islam
Dalam melakukan perjanjian atau kontrak, selain harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada, diharuskan juga mengikuti asas-asas dalam perjanjian yang ada. Secara umum , asas tersebut adalah :
1. asas kebebasan berkontrak, yang diatur dalam pasal 1338 KUHPer.
2. Asas kesepakatan atau konsensual
3. Asas itikad baik
4. Asas kekuatan mengikat ( pacta sunt servanda )
5. Asas berlakunya perjanjian
6. Asas kepatutan dan kebiasaan
Dalam perkembangan perekonomian dewasa ini, pengaruh Islam dalam perkembangan perekonomian tidak dapat dipandang sebelah mata. Islam yang merupakan agama yang lengkap dan sempurna mengatur kehidupan umatnya secara kompleks. Baik dari peribadatan hingga urusan kenegaraan dan perekonomian. Dalam hal perekonomian Islam memiliki ketentuan tersendiri bagi umatnya, yang bersumber pada Al-Qur’an dan As sunnah.
Asas dalam perikatan Islam adalah :
1. Asas ilahiyyah
2. Asas kebebasan
3. Asas persamaan atau penyetaraan
4. Asas keadilan
5. Asas kerelaan
6. Asas kejujuran dan kebenaran
7. Asas tertulis
2.2 Bentuk dan substansi (klausul) kontrak franchise
Lahirnya suatu kontrak menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang berupa hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hukum dari suatu kontrak. Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya adalah pelaksanaan dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam kontrak tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan atau diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.
Tentang hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isi perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tantang waralaba dan Pasal 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba, telah ditentukan bahwa bentuk perjanjian waralaba adalah dalam bentuk tertulis . Perjanjian ini dibuat dengan bahasa Indonesia dan berlaku di dalamnya hukum Indonesia. Salim menyatakan bahwa yang harus disampaikan oleh pemilik waralaba kepada penerima waralaba adalah :
a. Identitas pemberi waralaba, berikut keterangan usaha dan neraca serta daftar untung ruginya selama minimal dua tahun terakhir.
b. Hak atas kekayaan intelektual,yang menjadi obyek waralaba.
c. Persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba.
d. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik waralaba kepada penerima waralaba.
e. Hak dan kewajiban pemilik waralaba dan penerima waralaba.
f. Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perjanjian waralaba.
g. Hal-hal lain yang harus diketahui penerima waralaba dalam rangka melaksanakan perjanjian waralaba. (Pasal 5 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba)
Berdasarkan PP no. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, dinyatakan klausul yang seharusnya ada dalam kontrak waralaba adalah :
a. Obyek waralaba
b. Perlindungan terhadapa hak kekayaan intelektual yang menjadi obyek perjanjian
c. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba
d. Hak dan kewaiban pemberi dan penerima waralaba
e. Pengakhiran, pembatalan, dan perpanjangan kontrak waralaba
f. Klausul persyaratan local content (mengutamakan barang atau produk dalam negeri)
g. Standart mutu produk
h. Pembinaan atau bimbingan dan pelatihan oleh pemberi kepada penerima waralaba
i. Tempat usaha dan wilayah waralaba
Dalam Pasal 7 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba telah ditentukan hal-hal yang harus termuat dalam perjanjian franchise atau waralaba sebagai berikut :
a. Nama, alamat, dan tempat kedudukan masing-masing pihak.
b. Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang menandatangani perjanjian.
c. Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha.
d. Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada penerima waralaba.
e. Wilayah pemasaran
f. Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian beserta syarat-syaratnya.
g. Cara penyelesaian persengketaan.
h. Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian atau berakhirnya perjanjian.
i. Ganti rugi dalam hal pemutusan perjanjian.
j. Tata cara pembayaran imbalan.
k. Penggunaan barang atau bahan hasil pengolahan industri dalam negeri yang dihasilkan dan dipasok oleh pengusaha kecil.
l. Pembinaan, pelatihan dan pembimbingan kepada penerima waralaba.
Bila dilakukan identifikasi terhadap pokok-pokok materi yang terkandung dalam kontrak waralaba, dapat kita temukan klausul-klausu pokok sebagai berikut :
a. Obyek yang di-franchise-kan.
b. Tempat berbisnis
c. Wilayah franchise
d. Sewa guna
e. Pelatihan dan bantuan teknik dari franchisor.
f. Standart operasional
g. Pertimbangan-pertimbangan keuangan
h. Klausula-klausula kerahasiaan
i. Klausula-klausula yang membatasi persaingan
j. Pertanggungjawaban
k. Pengiklanan dan strategi pemasaran
l. Penetapan harga dan pembelian-pembelian
m. Status badan usaha atau perusahaan
n. Hak untuk menggunakan nama dan merek dagang
o. Masa berlaku dan kemungkinan pembaharuan atau perpanjangan kontrak
p. Pengakhiran perjanjian
q. Penafsiran terhadap perjanjian
r. Pilihan hukum dan forum.
Sifat perjanjian franchise adalah sebagai berikut :
a. Suatu perjanjian dikuatkan oleh hukum (legal agreement)
b. Memberi kemungkinan pada pewaralaba/franchisor tetap memiliki hak atas nama dagang atau merek dagang, format atau pola usaha, dan hal-hal khusus yang digunakan untuk mengembangkan usaha tersebut.
c. Memberi kemungkinan pewaralaba atau franchisor untuk mengendalikan sistem usaha yang dilisensikan.
d. Hak, kewajiban, dan tugas masing-masing pihak dapat diterima pewaralaba/franchisor.
Dalam seminar yang diadakan oleh IPPM ( Institut Pengembangan dan Pembinaan Manajemen), ditentukan hal-hal yang harus dimuat dalam perjanjian franchise adalah sebagai berikut :
a. Hak yang diberikan oleh franchisor pada franchisee, yang meliputi penggunaan metode atau resep khusus, penggunaan merek dan nama dagang, jangka waktu hak tersebut dan perpanjangannya, wilayah kegiatan dan hak lain yang berhubungan dengan pembelian kebutuhan operasi bila ada.
b. Kewajiban dari penerima waralaba (franchisee) sebagai imbalan atas hak yang diterima dan sebagai imbalan kegiatan yang dilakukan franchisor saat memulai usaha maupun selama menjadi anggota sistem waralaba.
c. Hak yang berkaitan dengan penjualan hak waralaba kepada pihak lain, apabila penerima waralaba tidak berkenan melanjutkan sendiri usaha tersebut.
d. Hak yang berkaitan dengan pengakhiran kesepakatan kerjasama.
gambaran tentang waralaba
1. gambaran konsep franchise (waralaba)
1.1 pengertian franchise (waralaba)
perkembangan ekonomi yang dinilai cukup pesat dan persaingan yang ketat menjadikan produsen suatu barang harus berfikir cermat dalam mempertahankan eksistensinya. Pemikiran yang tidak hanya pada lingkup pengembangan metode produksi barang tetapi juga pendistribusiannya,sehingga keuntungan dapat dicapai secara maksimal. Dalam hal ini dibutuhkan suatu jaringan kerja yang luas untuk memperkenalkan produk tersebut dan memperkuat eksistensi produk tersebut dalam pasar ekonomi.
Dengan latar belakang yang demikian,sistem keagenan dinilai paling tepat dalam pengembangan bisnis baik secara nasional maupun internasional. Sistem ini kemudian dikenal dengan sistem waralaba atau franchise. Bisnis dengan biaya murah dan bahan yang sudah disediakan,juga pendiriannya yang tidak memakan banyak tempat dan waktu menjadikan frachise banyak diminati dalam bisnis. Berikut pengertian dari waralaba atau franchise yang kami kutip dari berbagai sumber.
Dalam buku Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, mengutip dari European Code of Ethics for Franchising, definisi franchise adalah :
“... is a system of marketing goods and /or services and /or tecnology,which is based upon a close and on going collaboration between legally and financially separate and independent undertakings, the franchisoe and its individual franchisees,whereby the franchissors grants its individual Franchisees the right,and imposses the obligation, to conduct a bussines in accordance withn the franchisor’s consept.”
The right in titles and compels the individual frenchisee, in exchange of a direct or indirect financial consideration, to use the frenchisor’s trade name, and/or service mark, know how(*), bussines and technical methods, procedural system, and the industrial and/or intelectual property right, supported by continuing proffision of commersial and tecnical assistance, within the framework and for the term of written frenchisee agreement, concluded between parties for this purpose.
(*) ”know how”means a body of nonpatented practical information,resulting of experience and testing of the franchisor,which is secret,subtantial and identified.
“secret” means that the know how,as a body or in the precise configuration and assembly of its component , is not generally known or easily accesible;it isn’t limited in the narrow sense that individual component of the know how should be totally unknown or unobtainable outside the franchisor’s business.
“subtantial” means that the know how includes which is of importance for the sale of goods or the provision of services to end users, and in the particular of presentation of goods for sale,the processing of goods on connection with the provision of the services, method of dealing with customers, and administration and financial management,; the know how must be usefull for the franchisee by seeing capable,at the date of conclution of the agreement,of improving the competitive position of the frenchisee, in particular by improving the frenchisee’s performance or helping it to enter a new market.
“identifie” means that the know how must be described in a sufficiently comprehensive manner so as make itpossible to verify that it fulfills the criteria of secrecy and substantiality : the descreption of know-how can either be set out in the frenchise agreementor iIn a separate document or recorded in in any other appropiate form.”
Henry Champabell Black dalam Black’s Law Dictionary memberikan definisi franchise yang diterjemahkan oleh Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu sebagai berikut :
“Franchise adalah hak istimewa untuk melakukan hal-hal tertentu yang diberikan pemerintah pada individu atau perusahaan yang berbentuk badan hukum, dan (hak tersebut) tidak dimiliki oleh penduduk pada umumnya.
Franchise adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik atau penyedia pada penjual eceran untuk mengguanakan berbagai produk dan nama dengan berdasarkan pada syarat-syarat yang telah disetujui (dalam hubungan yng saling menguntungkan).”
Rooseno hardjowidigdo mengemukakan definisi dari franchise sebagai berikut :
“... suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional”
Menurut pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (frenchise) adalah : “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau kekayaan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa.”
Kata “waralaba” dikenalkan pertama kali oleh Lembaga Pembinaan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan dari istilah franchise. Amir Karamoy dalam bukunya “Sukses Usaha Lewat Waralaba” menyatakan bahwa waralaba bukanlah terjemahan langsung dari konsep franchise. Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti lebih atau istimewa dan kata “laba” berarti untung. Jadi,waralaba adalah usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Dan secara hukum,waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba) yang diatur dalam suatu peraturan tertentu. Dalam konteks bisnis, franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu.
1.2 Sejarah perkembangan franchise
Kata franchise berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti “bebas”. Pada abad pertengahan, kata franchise diartikan sebagai “hak utama” atau “kebebasan”. Dalam sejarahnya, franchise terlahir di Inggris yang dikenal dalam aktifitas bisnis. Pada intinya, raja memberikan hak monopoli pada seseorang untuk melaksanakan aktifitas bisnis tertentu. Pada tahun 1840-an,konsep franchising berkembang di Jerman dengan diberikannya hak khusus dalam menjual minuman, yang merupakan awal dari konsep franchising yang kita kenal sekarang.
Konsep franchise berkembang sangat pesat di Amerika. Dimulai pada tahun 1951, perusahaan mesin jahit singer mulai memberikan distribution franchise yang dilakukan secara tertulis yang merupakan awal lahirnya perjanjian franchise modern. Franchise berkembang tanpa adanya peraturan dari pemerintah Amerika dan menimbulkan resiko besar dengan maraknya penipuan pada franchise. Sehingga dibentuklah The International Franchise Assosiation (IFA) yang beranggotakan negara-negara di dunia dan berkedudukan di Washington DC.
IFA didirikan dengan tujuan khusus untuk mengangkat pamor bisnis Franchise dan mengadakan pelatihan-pelatihan khusus untuk meningkatkan citra franchise dan memperbaiki hubungan franchissor dan franchisee. IFA membuat kode etik yang harus ditaati anggotanya dan bekerjasama dengan Federal Trace Commision (FTC) Amerika.
Pada tahun 1978,FTC mengeluarkan dokumen yang mengatur tentang Franchise yang disebut dengan The Uniform Offering Circulation (UFOC). UFOC merupakan dokumen yang harus dibuat oleh Franchisor sebelum menjual bisnisnya dengan metode franchise. Diharapkan UFOC dapat menjadi sumber informasi bagi Franchisee sebelum menentukan bergabung dalam usaha bisnis dengan metode franchise.
Di Indonesia bisnis Franchise sudah lama berkembang. Sebagai contoh adalah pendistribusian minyak oleh pertamina. Pada tahun 1996 tercatat telah ada 119 franchise asing dan 36 franchise lokal. Metode bisnis ini semakin dikembangkan mengingat bisnis dengan metode ini menguntungkan bagi franchisor,franchisee dan perekonomian nasional.
1.3 Unsur-unsur dan ruang lingkup kontrak franchise (waralaba)
Dari pengertian franchise dalam pasal 1 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1997 tentang waralaba diatas, tercantum perumusan unsur-unsur waralaba sebagai berikut :
1. adanya perikatan
2. adanya obyek, yaitu hak kekayaan intelektual.
3. Adanya imbalan atau jasa
4. adanya persyaratan dan penjualan barang atau jasa
Dari segi yuridis, franchise memiliki unsur-unsur yang meliputi :
1. adanya subyek hukum
2. adanya lisensi atas merek barang dan jasa
3. untuk jangka waktu tertentu
4. adanya pembayaran royalti
Berdasarkan definisi franchise dari black’s law dictionary, dalam aspek bisnis, unsur-unsur franchise adalah sebagai berikut :
1. metode produksi
2. adanya ijin dari pemilik
3. adanya suatu merek atau nama dagang
4. Untuk menjual produk atau jasa
5. Dibawah merek atau dagang dari franchise
Dilihat dari ruang lingkup dan konsepnya, sebenarnya kontrak franchise berada diantara kontrak lisensi dan distributor.
Dalam hukum positif Indonesia definisi tentang lisensi terdapat dalam beberapa perudangan negara. Diantaranya adalah dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2001 tentang desain Industri, Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu, Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dan kesemua perundangan tersebut mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual.
Dan salah satu pengertian lisensi dalam perudangan tersebut adalah sebagai berikut :
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. ( Undang-Undang no. 30 Tahun 2000)
Dalam bukunya, gunawan Widjaja menyatakan suatu kesimpulan bahwa lisensi adalah suatu bentuk pemberian ijin pemanfaatan atau pemberian hak atas Kekayaan Intelektual,yang bukan pengalihan hak, yang dimiliki oleh penilik lisensi kepada penerima lisensi, dengan imbalan berupa loyalti.
Dalam pernyataan diatas, diketahui bahwa penerima lisensi menjalankan sendiri usahanya tersebut dengan menggunakan atau memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual milik pemilik lisensi. Untuk hal ini, penerima lisensi membayar royalti kepada pemilik lisensi.
Meskipun dalam jangka waktu kontrak lisensi waralaba ini dapat ditentukan oleh para pihak dalam perikatan tersebut, pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan jangka waktu perjanjian waralaba sekurang-kurangnya lima tahun dan dapat diperpanjang lagi setelahnya.
1.4 Elemen-elemen pokok dalam Franchise
Dalam bahasan yang kami paparkan diatas menunjukkan bahwa franchise mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut :
1. Franchisor, yaitu pihak pemilik atau produsen barang atau jasa dengan merek tertentu dan melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran produknya tersebut.
2. Franchisee, yaitu penerima hak eksklusif dari Franchisor.
3. Adanya penyerahan hak eksklusif dari franchisor terhadap franchisee.
4. Adanya penetapan wilayah tertentu.
5. Adanya imbal-prestasi yang berupa biaya-biaya yang telah disepakati oleh Franchisor dan franchisee.
6. Adanya standart mutu yang ditetapkan franchisor kepada franchisee.
7. Adanya pelatihan awal dan pelatihan berkesinambungan guna meningkatkan profesionalisme franchisee.
1.5 Macam-macam franchise
Berdasarkan pada bentuknya, franchise dibedakan dalam dua bentuk, yaitu waralaba produk dan merek dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (bussiness format franchise ). Waralaba produk dan merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam bentuk ini pemberi waralaba memberikan hak pada penerima waralaba untuk memasarkan produk yang dikembangkannya dan menggunakan namanya. Untuk itu, biasanya pewaralaba mendapatkan sesuatu yang disebut royalty. Contohnya adalah dealer mobil seperti auto 2000 dari toyota.
Sedangkan waralaba format bisnis adalah pemberian suatu lisensi kepada pihak lain. Dalam lisensi ini termasuk di dalamnya ijin untuk berusaha dengan merek dagang tersebut dan menggunakan seluruh paket yang terdiri atas elemen-elemen yang dibutuhkan oleh seseorang yang awam atau belum terlatih untuk menjadi terampil dalam bisnis dan mampu menjalankan usaha tersebut dengan bantuan yang terus-menerus sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati. Waralaba dalam bentuk ini terdiri atas :
a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengolahan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba
c. Proses bantuan dan bimbingan secara terus-menerus dari pihak pemberi waralaba
Menurut IFA, terdapat empat jenis waralaba yang biasa digunakan di Amerika Serikat, yaitu :
a. Product franchise
b. Manufacturing franchises
c. Bussiness opportunity ventures
d. Bussiness format franchising
Menurut FTC di Amerika, terdapat tiga jenis franchise, yaitu :
a. Product franchising
b. Manufacturing franchises
c. Bussiness format franchising
Selain itu terdapat satu jenis lagi, yaitu bussiness oppurtunity ventures, akan tetapi terdapat ketentuan yang harus dipenuhi agar usaha tersebut dapat diatur dalam FTC. Ketentuan itu adalah :
a. Franchisee harus menjual produk yang telah disediakan franchisor, yaitu suplier yang telah ditentukan.
b. Franchisor harus terlibat dalam penyediaan outlet-outlet eceran dan akuntansinya.
c. Franchise harus memberikan bayaran kepada franchisor atau prestasi lain sebagai imbalan dari hak yang diperolehnya dalam usaha franchise ini.
Stuart D. Brown menyatakan bahwa format bisnis franchise ini terbagi lagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a. Franchise pekerjaan
b. Franchise usaha
c. Franchise investasi
Franchise banyak dikatakan sebagai pola baru dalam perdagangan. Tentu saja konsepnya akan berbeda dengan konsep bisnis yang lama seperti keagenan dan distributorship. Meskipun demikian masih terdapat beberapa kesamaan dalam pola bisnis ini. Kesamaan-kesamaan itu adalah pergerakannya dalam pendistribusian barang dan jasa, dan hingga saat ini diatur secara umum dengan berdasar pada buku III KUHPer .
1.1 pengertian franchise (waralaba)
perkembangan ekonomi yang dinilai cukup pesat dan persaingan yang ketat menjadikan produsen suatu barang harus berfikir cermat dalam mempertahankan eksistensinya. Pemikiran yang tidak hanya pada lingkup pengembangan metode produksi barang tetapi juga pendistribusiannya,sehingga keuntungan dapat dicapai secara maksimal. Dalam hal ini dibutuhkan suatu jaringan kerja yang luas untuk memperkenalkan produk tersebut dan memperkuat eksistensi produk tersebut dalam pasar ekonomi.
Dengan latar belakang yang demikian,sistem keagenan dinilai paling tepat dalam pengembangan bisnis baik secara nasional maupun internasional. Sistem ini kemudian dikenal dengan sistem waralaba atau franchise. Bisnis dengan biaya murah dan bahan yang sudah disediakan,juga pendiriannya yang tidak memakan banyak tempat dan waktu menjadikan frachise banyak diminati dalam bisnis. Berikut pengertian dari waralaba atau franchise yang kami kutip dari berbagai sumber.
Dalam buku Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, mengutip dari European Code of Ethics for Franchising, definisi franchise adalah :
“... is a system of marketing goods and /or services and /or tecnology,which is based upon a close and on going collaboration between legally and financially separate and independent undertakings, the franchisoe and its individual franchisees,whereby the franchissors grants its individual Franchisees the right,and imposses the obligation, to conduct a bussines in accordance withn the franchisor’s consept.”
The right in titles and compels the individual frenchisee, in exchange of a direct or indirect financial consideration, to use the frenchisor’s trade name, and/or service mark, know how(*), bussines and technical methods, procedural system, and the industrial and/or intelectual property right, supported by continuing proffision of commersial and tecnical assistance, within the framework and for the term of written frenchisee agreement, concluded between parties for this purpose.
(*) ”know how”means a body of nonpatented practical information,resulting of experience and testing of the franchisor,which is secret,subtantial and identified.
“secret” means that the know how,as a body or in the precise configuration and assembly of its component , is not generally known or easily accesible;it isn’t limited in the narrow sense that individual component of the know how should be totally unknown or unobtainable outside the franchisor’s business.
“subtantial” means that the know how includes which is of importance for the sale of goods or the provision of services to end users, and in the particular of presentation of goods for sale,the processing of goods on connection with the provision of the services, method of dealing with customers, and administration and financial management,; the know how must be usefull for the franchisee by seeing capable,at the date of conclution of the agreement,of improving the competitive position of the frenchisee, in particular by improving the frenchisee’s performance or helping it to enter a new market.
“identifie” means that the know how must be described in a sufficiently comprehensive manner so as make itpossible to verify that it fulfills the criteria of secrecy and substantiality : the descreption of know-how can either be set out in the frenchise agreementor iIn a separate document or recorded in in any other appropiate form.”
Henry Champabell Black dalam Black’s Law Dictionary memberikan definisi franchise yang diterjemahkan oleh Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu sebagai berikut :
“Franchise adalah hak istimewa untuk melakukan hal-hal tertentu yang diberikan pemerintah pada individu atau perusahaan yang berbentuk badan hukum, dan (hak tersebut) tidak dimiliki oleh penduduk pada umumnya.
Franchise adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik atau penyedia pada penjual eceran untuk mengguanakan berbagai produk dan nama dengan berdasarkan pada syarat-syarat yang telah disetujui (dalam hubungan yng saling menguntungkan).”
Rooseno hardjowidigdo mengemukakan definisi dari franchise sebagai berikut :
“... suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional”
Menurut pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang tata cara pendaftaran waralaba, pengertian waralaba (frenchise) adalah : “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau kekayaan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa.”
Kata “waralaba” dikenalkan pertama kali oleh Lembaga Pembinaan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan dari istilah franchise. Amir Karamoy dalam bukunya “Sukses Usaha Lewat Waralaba” menyatakan bahwa waralaba bukanlah terjemahan langsung dari konsep franchise. Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti lebih atau istimewa dan kata “laba” berarti untung. Jadi,waralaba adalah usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Dan secara hukum,waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba) yang diatur dalam suatu peraturan tertentu. Dalam konteks bisnis, franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu.
1.2 Sejarah perkembangan franchise
Kata franchise berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti “bebas”. Pada abad pertengahan, kata franchise diartikan sebagai “hak utama” atau “kebebasan”. Dalam sejarahnya, franchise terlahir di Inggris yang dikenal dalam aktifitas bisnis. Pada intinya, raja memberikan hak monopoli pada seseorang untuk melaksanakan aktifitas bisnis tertentu. Pada tahun 1840-an,konsep franchising berkembang di Jerman dengan diberikannya hak khusus dalam menjual minuman, yang merupakan awal dari konsep franchising yang kita kenal sekarang.
Konsep franchise berkembang sangat pesat di Amerika. Dimulai pada tahun 1951, perusahaan mesin jahit singer mulai memberikan distribution franchise yang dilakukan secara tertulis yang merupakan awal lahirnya perjanjian franchise modern. Franchise berkembang tanpa adanya peraturan dari pemerintah Amerika dan menimbulkan resiko besar dengan maraknya penipuan pada franchise. Sehingga dibentuklah The International Franchise Assosiation (IFA) yang beranggotakan negara-negara di dunia dan berkedudukan di Washington DC.
IFA didirikan dengan tujuan khusus untuk mengangkat pamor bisnis Franchise dan mengadakan pelatihan-pelatihan khusus untuk meningkatkan citra franchise dan memperbaiki hubungan franchissor dan franchisee. IFA membuat kode etik yang harus ditaati anggotanya dan bekerjasama dengan Federal Trace Commision (FTC) Amerika.
Pada tahun 1978,FTC mengeluarkan dokumen yang mengatur tentang Franchise yang disebut dengan The Uniform Offering Circulation (UFOC). UFOC merupakan dokumen yang harus dibuat oleh Franchisor sebelum menjual bisnisnya dengan metode franchise. Diharapkan UFOC dapat menjadi sumber informasi bagi Franchisee sebelum menentukan bergabung dalam usaha bisnis dengan metode franchise.
Di Indonesia bisnis Franchise sudah lama berkembang. Sebagai contoh adalah pendistribusian minyak oleh pertamina. Pada tahun 1996 tercatat telah ada 119 franchise asing dan 36 franchise lokal. Metode bisnis ini semakin dikembangkan mengingat bisnis dengan metode ini menguntungkan bagi franchisor,franchisee dan perekonomian nasional.
1.3 Unsur-unsur dan ruang lingkup kontrak franchise (waralaba)
Dari pengertian franchise dalam pasal 1 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1997 tentang waralaba diatas, tercantum perumusan unsur-unsur waralaba sebagai berikut :
1. adanya perikatan
2. adanya obyek, yaitu hak kekayaan intelektual.
3. Adanya imbalan atau jasa
4. adanya persyaratan dan penjualan barang atau jasa
Dari segi yuridis, franchise memiliki unsur-unsur yang meliputi :
1. adanya subyek hukum
2. adanya lisensi atas merek barang dan jasa
3. untuk jangka waktu tertentu
4. adanya pembayaran royalti
Berdasarkan definisi franchise dari black’s law dictionary, dalam aspek bisnis, unsur-unsur franchise adalah sebagai berikut :
1. metode produksi
2. adanya ijin dari pemilik
3. adanya suatu merek atau nama dagang
4. Untuk menjual produk atau jasa
5. Dibawah merek atau dagang dari franchise
Dilihat dari ruang lingkup dan konsepnya, sebenarnya kontrak franchise berada diantara kontrak lisensi dan distributor.
Dalam hukum positif Indonesia definisi tentang lisensi terdapat dalam beberapa perudangan negara. Diantaranya adalah dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2001 tentang desain Industri, Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu, Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dan kesemua perundangan tersebut mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual.
Dan salah satu pengertian lisensi dalam perudangan tersebut adalah sebagai berikut :
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. ( Undang-Undang no. 30 Tahun 2000)
Dalam bukunya, gunawan Widjaja menyatakan suatu kesimpulan bahwa lisensi adalah suatu bentuk pemberian ijin pemanfaatan atau pemberian hak atas Kekayaan Intelektual,yang bukan pengalihan hak, yang dimiliki oleh penilik lisensi kepada penerima lisensi, dengan imbalan berupa loyalti.
Dalam pernyataan diatas, diketahui bahwa penerima lisensi menjalankan sendiri usahanya tersebut dengan menggunakan atau memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual milik pemilik lisensi. Untuk hal ini, penerima lisensi membayar royalti kepada pemilik lisensi.
Meskipun dalam jangka waktu kontrak lisensi waralaba ini dapat ditentukan oleh para pihak dalam perikatan tersebut, pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan jangka waktu perjanjian waralaba sekurang-kurangnya lima tahun dan dapat diperpanjang lagi setelahnya.
1.4 Elemen-elemen pokok dalam Franchise
Dalam bahasan yang kami paparkan diatas menunjukkan bahwa franchise mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut :
1. Franchisor, yaitu pihak pemilik atau produsen barang atau jasa dengan merek tertentu dan melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran produknya tersebut.
2. Franchisee, yaitu penerima hak eksklusif dari Franchisor.
3. Adanya penyerahan hak eksklusif dari franchisor terhadap franchisee.
4. Adanya penetapan wilayah tertentu.
5. Adanya imbal-prestasi yang berupa biaya-biaya yang telah disepakati oleh Franchisor dan franchisee.
6. Adanya standart mutu yang ditetapkan franchisor kepada franchisee.
7. Adanya pelatihan awal dan pelatihan berkesinambungan guna meningkatkan profesionalisme franchisee.
1.5 Macam-macam franchise
Berdasarkan pada bentuknya, franchise dibedakan dalam dua bentuk, yaitu waralaba produk dan merek dagang (product and trade franchise) dan waralaba format bisnis (bussiness format franchise ). Waralaba produk dan merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam bentuk ini pemberi waralaba memberikan hak pada penerima waralaba untuk memasarkan produk yang dikembangkannya dan menggunakan namanya. Untuk itu, biasanya pewaralaba mendapatkan sesuatu yang disebut royalty. Contohnya adalah dealer mobil seperti auto 2000 dari toyota.
Sedangkan waralaba format bisnis adalah pemberian suatu lisensi kepada pihak lain. Dalam lisensi ini termasuk di dalamnya ijin untuk berusaha dengan merek dagang tersebut dan menggunakan seluruh paket yang terdiri atas elemen-elemen yang dibutuhkan oleh seseorang yang awam atau belum terlatih untuk menjadi terampil dalam bisnis dan mampu menjalankan usaha tersebut dengan bantuan yang terus-menerus sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati. Waralaba dalam bentuk ini terdiri atas :
a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengolahan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba
c. Proses bantuan dan bimbingan secara terus-menerus dari pihak pemberi waralaba
Menurut IFA, terdapat empat jenis waralaba yang biasa digunakan di Amerika Serikat, yaitu :
a. Product franchise
b. Manufacturing franchises
c. Bussiness opportunity ventures
d. Bussiness format franchising
Menurut FTC di Amerika, terdapat tiga jenis franchise, yaitu :
a. Product franchising
b. Manufacturing franchises
c. Bussiness format franchising
Selain itu terdapat satu jenis lagi, yaitu bussiness oppurtunity ventures, akan tetapi terdapat ketentuan yang harus dipenuhi agar usaha tersebut dapat diatur dalam FTC. Ketentuan itu adalah :
a. Franchisee harus menjual produk yang telah disediakan franchisor, yaitu suplier yang telah ditentukan.
b. Franchisor harus terlibat dalam penyediaan outlet-outlet eceran dan akuntansinya.
c. Franchise harus memberikan bayaran kepada franchisor atau prestasi lain sebagai imbalan dari hak yang diperolehnya dalam usaha franchise ini.
Stuart D. Brown menyatakan bahwa format bisnis franchise ini terbagi lagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a. Franchise pekerjaan
b. Franchise usaha
c. Franchise investasi
Franchise banyak dikatakan sebagai pola baru dalam perdagangan. Tentu saja konsepnya akan berbeda dengan konsep bisnis yang lama seperti keagenan dan distributorship. Meskipun demikian masih terdapat beberapa kesamaan dalam pola bisnis ini. Kesamaan-kesamaan itu adalah pergerakannya dalam pendistribusian barang dan jasa, dan hingga saat ini diatur secara umum dengan berdasar pada buku III KUHPer .
Langganan:
Postingan (Atom)